Keberadaan Pasar Tradisonal di Tengah Menjamurnya Ritel Modern

Agustus 02, 2012

Oleh: Arghasa Rezaprasaga*

Pasar Kayu Putih merupakan sarana berbelanja kebutuhan pokok utama bagi para penghuni wilayah Kayu Putih. Pasar kayu putih berada di tengah-tengah kompleks kayu putih, jadi hampir semua pelanggan pasar ini tinggal di wilayah Kayu Putih Selatan, Utara, Barat dan Timur. Kondisi pasar kayu putih tidak seperti pasar kaget, pasar ini memiliki jalan khusus konsumen. Padatnya jalan tersebut sangatlah tidak memungkinkan untuk mengendarai sepeda motor, apalagi mobil.
Sebagian penjual membuat kios-kios untuk menaruh dagangannya, dan sebagian lagi menaruh tikar sebagai alas dagangannya. Kondisi Pasar Kayu Putih tidak berisik, namun seperti pasar lainnya, pasar ini menciptakan bau yang menusuk hidung. Meski demikian, pasar ini selalu ramai. Mayoritas pengunjung adalah pembantu dan ibu rumah tangga. Pengunjung pasar ini biasanya hanya membeli barang-barang yang diperlukan.
Tetapi tidak semua konsumen di Pasar Kayu Putih membeli barang untuk keperluan pribadi. Banyak pula yang membeli barang untuk dijual kembali. Di pasar ini, terdapat beberapa kios penjual mainan, seperti mobil-mobilan, topeng mainan, pistol air, gitar-gitaran dan sebagainya. Tentunya, hampir semua mainan tersebut buatan Cina. Rengekan anak-anak yang meminta mainan mengalahkan suara para pedagang. Selain menjual mainan anal-anak, pedagang-pedagang tersebut juga merangkap sebagai penjual aksesoris perempuan, seperti jepit rambut, perhiasan imitasi, perlengkapan make up dan sebagainya.
Para pedagang di Pasar Kayu Putih berjualan setiap hari, tanpa libur. Jangankan weekend, pada tanggal merah pun sebagian dari mereka masih berjualan. Namun, kini para pedagang kayu putih mengalami masalah, dikarenakan hadirnya ritel-ritel modern, seperti Alfamart, Indomart dan sebagainya. Ritel modern tersebut menyajikan sembako dengan harga yang lebih murah. Selain itu, tempatnya pun lebih nyaman untuk berbelanja. Hal tersebut mengakibatkan pengunjung di Pasar Kayu Putih menurun. Dengan penurunan tersebut, para pedagang di Pasar Kayu Putih mendapat income yang lebih sedikit, dan merugi.
Kekhawatiran akan kelangsungan pasar tradisional pun muncul seiring dengan kehadiran ritel modern yang berkembang dengan pesat. Proses berkembangnya tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan penduduk, serta perubahan sosial budaya. Faktor-faktor ini memengaruhi kualitas dan kuantitas dalam pardagangan. Keberdaan ritel modern yang dikaitkan dengan keberadaan pasar tradisional membuka persaingan antara keduanya.
Kehadiran ritel modern memang memberikan manfaat, namun keberadaannya mematikan pasar tradisional. Persoalan tersebut menunjukan kurangnya peran pemerintah dalam pengaturan dan pengelolaan ritel di Indonesia. Meskipun sudah ada peraturan dan kebijakan yang terkait dengan dengan ritel, seperti SKB Menperindag dan Mendragi No. 145/MPP/Kep.5/1997 tentang penataan dan pembinaan pasar dan pertokoan, kepmenperindag No. 261/MPP/Kep. 10/1997 yang menjadi rujukan teknis penataan dan pembinaan pasar dan pertokoan, namun tetap saja tidak memberikan sinyal positif bagi terciptanya keseimbangan antara ritel modern dan pasar tradisional.

*Siswa SMA Labschool Jakarta
 
Design by Pocket