Beban Ganda Siswa

Agustus 02, 2012


Oleh: Winona A.M.*

Tugas sekolah merupakan pekerjaan yang diberikan guru pada siswanya untuk dikerjakan di rumah sebagai indikator pemahaman siswa terhadap pelajaran yang diberikan dan diambil nilainya untuk dimasukkan ke rapor. Sebagian siswa menganggap tugas sekolah sebagai lambang penyiksaan. Mereka beranggapan, guru tidak seharusnya memberikan tugas yang membebani, karena selama lima sampai enam hari, dari pagi sampai sore, siswa telah dijejali pelajaran. Belum lagi, sebagian siswa ada yang harus menghadiri les tambahan sepulang sekolah, bahkan ada yang sampai larut malam.

Selain itu, masih ada ulangan-ulangan yang menuntut nilai bagus untuk bisa naik kelas atau masuk jurusan yang diinginkan, juga untuk lulus sekolah. Sebagian guru selalu berkata bahwa sekolah tidak “melulu” tentang nilai bagus dan kesuksesan akademik. Tapi nyatanya, nilai akademik tetaplah prioritas.

SMA Labschool menerapkan sistem “full-day school”. Dalam sistem tersebut, siswa diharuskan belajar di sekolah dari pukul 06.30 WIB sampai pukul 14-45 WIB. SMA Labschool juga menyediakan berbagai macam ekstrakurikuler yang dilaksanakan setelah pulang sekolah. Setiap siswa wajib mengikuti paling tidak satu ekstrakurikuler. Selain itu, banyak pilihan organisasi akademik maupun non-akademik yang membuat sebagian besar siswanya (yang aktif) selalu pulang sekolah pukul 17.00 WIB.

Bagi sebagian siswa, Labschool merupakan rumah kedua. Labschool membiasakan siswanya untuk sibuk. Jadi, ketika sudah terjun dalam dunia perkuliahan atau dunia kerja, siswa tidak kaget dengan berbagai kegiatan yang membuat sibuk. Namun, terkadang kesibukan tersebut membuat siswa merasa lelah, sehingga mereka membutuhkan istirahat. Namun bukan istirahat yang mereka dapat, melainkan tugas yang menumpuk. Tugas-tugas tersebut bermacam-macam bentuknya, mulai dari membuat makalah, puisi, rangkuman, soal-soal latihan, tugas kelompok, dan masih banyak lagi.

Saya mengamati beberapa account Twitter yang dimiliki siswa Labschool, setiap ada tugas mereka mengeluhkan betapa repotnya tugas itu dan mengkhayalkan tiba-tiba guru yang memberi tugas berhalangan masuk, sehingga pengumpulan tugas dapat ditunda. Selain itu, kebanyakan siswa hanya berpikir tentang banyaknya tugas tanpa menyelesaikannya. Siswa terus memikirkan bagaimana cara menyelesaikan tugas tanpa perlu repot mengerjakannya. Itu yang selalu mereka kerjakan sampai tugas itu mencapai sehari sebelum deadline. Hal tersebut membuat tugas semakin terlihat sulit dan mengerikan.

Fenomena menunda pekerjaan tugas ini semakin menjamur. Sejujurnya, menumpuk tugas sangatlah tidak bagus. Namun, kebanyakan dari siswa yang terdesak oleh deadline merasa otaknya bekerja lebih keras, sehingga mampu menghasilkan ide-ide segar, baik ide positif maupun negatif, seperti menyalin tugas teman, copy-paste dari Google, dan sebagainya. Sementara, jika waktu yang tersisa masih banyak, itu membuat siswa menjadi santai. Hal tersebut merupakan kesalahan maindset.

Otak sudah terbiasa terprogram bekerja keras jika terdesak, sementara jika tidak terdesak maka otak tidak mau bekerja keras. Siswa harus mulai merubah mindset-nya, yang tadinya hanya mengandalkan “The power of kepepet”, menjadi terbiasa mencicil pekerjaan sehingga terasa lebih ringan. Sebenarnya, di balik semua kesulitan tugas-tugas itu, terdapat banyak manfaat bagi para siswa. Siswa mendapatkan manfaat jika tugas-tugas yang diberikan tidak menjemukan. Dalam hal ini guru dituntut untuk lebih kreatif dalam memberikan tugas, supaya siswa mengerjakannya dengan senang, tanpa beban.

*Siswa SMA Labschool Jakarta
 
Design by Pocket