Perempuan, Jangan Mau Ketinggalan!

Agustus 12, 2010


Tidak usah khawatir perempuan dan lelaki itu sama saja, menginjak di bumi yang sama, yang berbeda hanyalah jenis kelaminnya saja. (Pramudya Ananta Toer)

Bukan rahasia kalau kaum perempuan sampai saat ini masih terdiskriminasi. Bahkan, perempuan menjadi lebih terpuruk secara ekonomi, sosial, politik dan pendidikan. Sejarah menunjukkan bahwa kaum perempuan (feminim) selalu dirugikan dalam segala bidang. Dinomorduakan oleh kaum laki-laki (maskulin) dalam memperoleh hak.
Diskriminasi berarti pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang bertujuan mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak–hak asasi manusia dan kebebasan–kebebasan pokok di segala bidang. Keadaan yang dialami kaum perempuan ini disebabkan karena masih kentalnya budaya patriarki. Dalam budaya ini, laki–laki lebih berkuasa untuk menentukan suatu keputusan. Di lain sisi, perempuan hanya punya ruang dalam urusan domestik (dapur, sumur, dan kasur). Budaya patriarki merupakan cerminan sisa–sisa feodalisme Indonesia.
Pendiskriminasian terhadap kaum perempuan akibat permasalahan gender. Gender merupakan istilah “Barat” yang terbentuk dari Revolusi Industri, yang ketika itu dibentuk sebagai pembagian kerja laki-laki dan perempuan. Apa yang terjadi kemudian, diskriminasi ini menjadi pilar utama peradaban “Barat”. Dampaknya terasa sampai Indonesia, yang dibawa oleh kolonialisme Belanda.
Sampai saat ini perempuan Indonesia belum terlepas dari penindasan. Namun, tampaknya, belum ada perlawanan yang berarti dari kaum ini. Padahal jelas terlihat bahwa hak-hak sosial, politik, ekonomi serta pendidikan kaum perempuan di Indonesia masih terbelenggu. Lantas, masih rendahkah kesadaran perempuan Indonesia?
Begitu banyak penindasan yang dialami perempuan Indonesia. Sadar atau tidak, mereka telah menindas dirinya sendiri. Bagi imperialis, perempuan adalah komoditi, label pendulang laba. Etalase buat melariskan produk–produk kosmetik dan fashion. Sasaran pasarnya perempuan juga. Termakan oleh mimpi awet muda sambil menantang kepastian bertambahnya usia. Ikon seks yang ditempelkan imperialisme pada perempuan dimanfaatkan secara eksploitatif. Lihat saja periklanan di Indonesia yang cenderung memanfaatkan fisik perempuan. Dari sini kita bisa melihat, selain terjajah, perempan Indonesia juga menjajah dirinya sendiri.
Stereotip perempuan sebagai sosok lemah gemulai, tidak berarti dapat begitu saja diremehkan. Dibalik itu, semua perempuan memiliki kekuatan, bahkan melebihi kekuatan laki-laki. Hanya tinggal membangkitkan kesadaran, maka perlawanan terhadap segala bentuk penindasan akan bangkit. Namun, bukan hal yang mudah untuk menanamkan pembebasan ke dalam pemikiran perempuan Indonesia yang masih terpenjara kultur dan budaya.
Perjuangan kaum perempuan adalah perjuangan membela tanah air dan membela hak-haknya sebagai perempuan dalam politik, ekonomi, sosial dan budaya. Tentunya bersama seluruh lapisan masyarakat tertindas Indonesia. Sepanjang masih adanya penindasan, maka sepanjang itu pula akan muncul perlawanan. Jika saat ini masih ada kaum perempuan yang tertindas, maka kaum perempuan sudah harus bangkit. Memperjuangkan perannya yang cenderung termarjinalkan dalam masyarakat patriarki. Namun, dalam pergerakannya, kaum perempuan harus pula membuka diri. Mendengar kritikan kaum laki-laki maupun kaumnya sendiri agar “kesetaraan” tidak menjurus pada “kebebasan” tanpa batas.
 
Design by Pocket