Dilema UN

Agustus 17, 2010

UN (Ujian Nasional) merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap perjalanan bangsa Indonesia di masa depan. Menyikapi UN sebagai sebuah fenomena kegiatan pendidikan ternyata memunculkan beragam pertanyaan dari berbagai kalangan. Masih perlukah UN diberlakukan? Apa yang dihasilkan dari UN? Adakah keterkaitan UN dengan prestasi peserta didik? Apakah UN bisa “menelurkan” putra-putri Indonesia yang cerdas, jenius, dan pintar sesuai dengan bakatnya mereka?
UN sebagai tolak ukur evaluasi kegiatan akhir sekolah tingkat nasional di Indonesia, melahirkan berbagai reaksi. Di satu sisi, UN memberikan kebanggaan, bahwa dalam hal ini Pemerintah telah berhasil membuat standar penilaian nasional secara menyeluruh dari tingkat SD sampai SMU yang dilaksanakan serentak. Namun di lain sisi, ternyata UN melahirkan keprihatinan bagi sebagian kalangan. Pasalnya, tujuan ideal yang digembar-gemborkan pemerintah, bahwa UN adalah salah satu standar tolak ukur keberhasilan pendidikan di Indonesia, justru tanpa disadari menjadi salah satu penyebab hilangnya ruh pendidikan di Indonesia.
Beberapa kalangan beranggpan bahwa UN hanya menghambur-hamburkan uang, karena untuk penyelenggaraan UN menyedot anggaran sekitar 500 Milyar. Selain itu, UN dianggap sebagai cara praaktis pemerintah untuk penyelenggaraan pendidikan. Terlebih lagi, banyak peserta didik yang tidak lulus karena UN. Menyikapi hal tersebut pemerintah seolah menganggap enteng dengan melemparkan asumsi bahwa jika banyak yang tidak lulus itu artinya putra-putri Indonesia masih memiliki tingkat kejujuran yang tinggi. Asumsi tersebut tampaknya semakin menyudutkan peserta didik dan tidak mempertimbangkan dampak psikologis bagi mereka. Bahkan, asumsi tersebut membuat saya berpikir bahwa UN adalah sebuah ujian untuk mengukur kejujuran. Jika memang itu tujuannya, tampaknya pemerintah lebih pantas untuk diuji. UN lebih banyak menuai kerugian daripada keuntungan. Namun, mengapa pemerintah masih menggunakan sistem ini?
Bila sistem pendidikan dan pembelajaran diubah, UN tidak dijadikan penentu kelulusan bagi peserta didik, dan setiap sekolah diberikan kebebasan berkreasi, mengeksplorasi ragam kekayaan dan keunikan daerahnya masing-masing, maka ini akan menjadi hal yang sangat luar biasa, dan yang paling penting akan lahir anak-anak berprestasi dari berbagai pelosok negeri. Itu bukanlah hal yang mustahil jika pemerintah dan masyarakat mau membangun kesadaran tentang keunggulan lokal dan menjadikannya sebagai kekayaan kurikulum pembelajaran di sekolah.
Bagi yang lulus UN, saya ucapkan selamat. Bagi yang belum lulus, saya doakan semoga bisa menyusul kawan-kawan yang telah lulus. Tetap semangat! 
Kejatuhan kecil berarti kebangkitan yang membahagiakan (William Shakespeare).
Kekelahan hanyalah langkah pertama untuk mencapai tempat yang lebih tinggi (Wendell Philips).

 
Design by Pocket