Konsep Pendidikan Paulo Freire

Oktober 09, 2012


Pendidikan merupakan usaha untuk membebaskan manusia, sedangkan pendidikan menurut Paulo Freire merupakan usaha untuk mengembalikan fungsi pendidikan sebagai alat yang membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan dan ketertindasan, atau bisa disebut dengan usaha untuk "memanusiakan manusia" (humanisasi). Dengan menggunakan pendekatan humanis, ia membangun konsep pendidikannya mulai dari konsep manusia sebagai subyek aktif. Manusia adalah makhluk praksis, yakni makhluk yang dapat beraksi dan berefleksi dengan menggunakan pikirannya.
Pendidikan dengan pendekatan kemanusiaan sering diidentikan dengan pembebasan, yakni pembebasan dari hal-hal yang tidak manusiawi. Jadi, untuk mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia dibutuhkan suatu pendidikan yang membebaskan dari unsur dehumanisasi. Dehumanisasi tersebut bukan hanya menandai seseorang yang kemanusiannya telah dirampas, melainkan (dalam cara yang berlainan) menandai pihak yang telah merampas kemanusiaan itu, dan merupakan pembengkokkan cita-cita untuk menjadi manusia yang lebih utuh.
Konsep pendidikan Paulo Freire berpijak pada penghargaan terhadap manusia. Ia menempatkan pendidik dan peserta didik sebagai subyek dalam proses pendidikan, karena mereka memiliki kedudukan yang sejajar. Pendidikan adalah sebuah kegiatan belajar bersama antara pendidik dan peserta didik dengan perantara dunia, oleh objek-objek yang dapat dikenal. Pendidikan tidak lagi sekedar pengajaran, namun dialog antara para peserta didik dan pendidik yang juga belajar. Keduanya bertanggung jawab bersama atas proses pencapaian. Hal ini merupakan sebuah penghargaan terhadap peserta didik sebagai manusia. Pendidikan bukan lagi proses transfer ilmu pengetahuan, sebab keduanya sama-sama dalam suasana dialogis membuka cakrawala realita dunia.
“Tujuan utama manusia adalah humanisasi yang ditempuh melalui pembebasan. Proses untuk menjadi manusia secara penuh hanya mungkin apabila manusia berintegrasi dengan dunia. Dalam kedudukannya sebagai subjek, manusia senantiasa menghadapi berbagai ancaman dan tekanan, namun ia tetap mampu terus menapaki dan menciptakan sejarah berkat refleksi kritisnya.”[1]
Hakekat pendidikan Paulo Freire diarahkan atas pandangannya terhadap manusia dan dunia, pendidikan harus berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri, serta memiliki kesadaran dan berpotensi sebagai Man of Action untuk mengubah dunianya. Pendidikan adalah instrumen untuk membebaskan manusia supaya mampu mewujudkan potensinya. Oleh karena itu, pendidikan memainkan peranan strategis untuk membawa manusia kepada kehidupan yang bermartabat dan berkualitas.
Sayangnya, gambaran dunia pendidikan secara umum masih jauh dari ideal. Sebagian besar sekolah (di Indonesia khususnya) hanya berfokus pada target kuantitatif yang bisa diukur, seperti misalnya harus lulus mata pelajaran dengan nilai tertentu, mendapatkan trophy, dan lain sebagainya. Padahal, model pendidikan seperti itu jelas menimbulkan efek yang buruk bagi peserta didik. Menurut Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Kaum Tertindas (1994), model pendidikan yang semacam itu ia sebut sebagai banking education alias pendidikan gaya bank.
“Pendidikan karenanya menjadi sebuh kegiatan menabung, di mana para murid adalah celengan dan guru adalah penabungnya. Yang terjadi bukanlah proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan “mengisi tabungan” yang diterima, dihafal dan diulangi dengan patuh oleh para murid.”[2]
Dalam pendidikan gaya bank, peserta didik hanya dijejali dengan ilmu secara satu arah dengan tujuan mendapatkan nilai-nilai kuantitatif yang dituju. Praktek pendidikan hanya dipahami sebatas sarana pewarisan ilmu. Pendidikan tidak dipahami sebagai transformasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang lebih menekankan pada proses pendewasaan pemikiran dan mengartikan belajar sebagai proses memaknai dan mengkritisi realitas sosial yang ada di lingkungan sekitar. Bukan hanya mencari ijazah dengan nilai yang tinggi maupun sebagai sarana meningkatkan status sosial.
“Dalam konsep pendidikan gaya bank, pengetahuan merupakan sebuah anugrah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap diri berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa.”[3]
Pendidikan gaya bank inilah yang telah menjadi alat untuk menindas kesadaran akan realitas yang sejati dan menyebabkan seseorang menjadi pasif dan menerima begitu saja keberadaannya. Pendidikan gaya bank tidak akan mendorong peserta didik untuk secara kritis mempertimbangkan realitas. Peserta didik hanya akan menjadi penerima yang pasif dari realitas yang diberikan, tanpa pernah bisa mempertanyakan kebenaran atau kebergunaan realitas yang diajarkan kepada dirinya. Yang disebut keberhasilan dalam metode ini adalah ketika peserta didik dapat menghapalkan dengan baik semua pengetahuan yang telah didepositokan ke dalam dirinya.



[1] Paulo Freire dalam Siti Murtiningsih, Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire, (Yogyakarta: Resist Book, 2004), hlm. 55.
[2] Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, (Jakarta: LP3S, 2008), hlm. 52.
[3] Paulo Freire, Ibid., hlm. 53.
 
Design by Pocket