TIBA-TIBA

November 30, 2012

Tiba-tiba listrik mati, Mega berada di toilet. Seketika ia menjerit ketakutan. Mendengar jeritan perempuan, Ari yang ketika itu ada di kamar tidak bergeming. Ia sendiri merasa ketakutan karena seluruh ruangan gelap gelita. Mega masih menjerit, tentu saja Ari merasa tidak nyaman dengan jeritan yang memekakan telinganya. Ari berusaha meraba tempat tidur untuk menemukan ponselnya. Ketika didapatkannya benda itu, ia bergegas menyalakan lampu ponsel usang itu dan segera berjalan perlahan menuju jeritan Mega.

Jeritan Mega menuntun Ari sampai padanya. Ari mengetuk pintu toilet tanpa berkata apapun. Tapi tidak ada suara dari balik pintu, Ari mengetuk sekali lagi, dan ia mendapatkan kejutan. Suara Mega semakin keras berteriak.

“Ammmppuunnn…. Jangan ganggu gw!” teriak Mega gemetar.
“Ms. Mega ini saya!” teriak Ari.

Mega membuka pintu sedikit demi sedikit, ia mengintip dalam kegelapan. Ia melihat sesosok wanita kurus, tapi ia tidak yakin kalau itu Ari. Dengan sigap ia tutup kembali pintu tersebut. Namun, sebelum pintu rapat Ari mendorong dari luar. Meski tubuhnya kurus, Ari termasuk wanita perkasa, tak ayal itu membuat Mega terpental.

“Ms. Mega, ini saya!”
“Beneran?” tanya Mega setengah tidak yakin.
“Iya, nih liat muka saya,” jawab Ari sambil mengarahkan ponsel ke wajahnya.
“Sorry, Ms. Ari, saya kira siapa….”

Mereka berdua jalan menuju kamar hanya dengan mengandalkan pencahayaan dari ponsel. Sesampainya di kamar, Mega langsung merapatkan tubuhnya pada Ari. Mega masih merasa takut. Terang saja, Mega memang takut kegelapan. Ari yang sudah mengetahui ketakutan Mega merasa tidak risih dengan sikap Mega.

“Ms. Ari, jangan ke mana-mana ya. Di sini aja,” Mega merajuk.
“Iya, tenang aja. Lagian mau ke mana saya, gelap-gelap gini.”
“Ini kenapa lagi pake mati lampu segala! Sepi banget lagi….”
“Ya iyalah, yang lain lagi pada di api unggun. Ms. Mega ngapain di sini?”
“Saya pengen pipis. Lha, Ms. ngapain di sini?”
“Saya mau ngambil hp. Ms., keluar aja yuk, ngapain gelap-gelapan di kamar gini,” ajak Ari yang mulai bosan.
“Ah, jangan Ms. Ari, saya takut. Jalan dari sini ke halaman kan lumayan jauh.”
“Ah, gak papa, kan pake penerangan, Ms. Mega.” Ari membuka pintu kamar, tentu saja Mega mengikutinya.

Mereka berjalan menuju halaman yang jaraknya cukup jauh dari kamar. Berjalan dengan perlahan membuat mereka merasa jalan yang ditempuh lebih jauh dari jarak sebenarnya, terlebih dalam suasana gulita. Walaupun malam itu bulan sedang purnama, namun cahayanya tak tersebar di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Setengah perjalanan telah terlewati, suasana masih gelap. Mega, masih sama seperti tadi, mencengkram tangan kiri Ari. Dan Ari tak pernah melepaskan ponsel dari tangan kanannya, karena hanya itulah penerangan yang dapat mereka andalkan.
***

Tiba-tiba, Ari menjerit. Ia membuang pandangannya ke arah Mega. Tentu saja hal itu membuat Mega turut menjerit. Suara jeritan semakin mengeras, namun tak ada orang lain yang bergeming, seolah di wilayah itu benar-benar hanya ada dua manusia, Ari dan Mega.

“Ms. Mega, saya ngeliat…. Di sana!” Ari masih menjerit.
“Apaan? Ms. Ari ah jangan bikin saya takut.”
“Serius, Ms. Mega. Saya ngeliat itu!” Ari kembali jalan dan mempercepat langkahnya. Mega semakin kencang menggenggam tangan Ari.

Akhirnya, mereka melihat cahaya menyembul dari halaman. Itu api unggun. Mereka sedikit merasa tenang, dan semakin cepat menggerakan langkah kaki. Jarak yang tidak terlalu jauh terasa begitu melelahkan.

“Ms. Ari, tadi ngeliat apa?” tanya Mega penasaran.
“Aaahhh…, udahlah gak usah dibahas sekarang,” ujar Ari gemetar.

Dengan rasa lelah mereka ikut duduk mengitari api unggun seperti yang lain. Mereka mengikuti rangkaian acara api unggun sampai selesai. Waktu menunjukan pukul 00.00 WIB, listrik kembali menyala. Acara ditutup dengan doa bersama. Seluruh peserta kegiatan kembali ke kamar masing-masing, begitu pula Ari dan Mega. Mereka berjalan menuju kamar bersama dua guru lain yang sekamar dengan mereka. Tak ada sepatah pun kata yang keluar dari bibir mereka.

Pintu kamar dibuka, mereka masuk ke dalamnya. Ari langsung merebahkan tubuhnya di ranjang, Mega pun menyusul. Sementara dua guru lainnya masih menyibukan diri dengan ritual perempuan di malam hari, membersihkan diri dengan berbagai produk kecantikan. Sebenarnya setiap malam Ari dan Mega juga rutin melakukan hal yang sama, namun karena peristiwa yang baru saja mereka alami seketika ritual itu hilang dari ingatan mereka.
***

Ari terbangun sebelum ayam berkokok, dan ingatannya disergap peristiwa semalam. Namun, itu tidak menyurutkan langkahnya untuk malakukan ibadah subuh. Tak lupa, sebelum pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, Ari membangunkan Mega, mengajaknya untuk sama-sama menjalankan ibadah.

Selesai ibadah, mereka kembali merebahkan tubuhnya. Acara pagi ini dimulai pukul 06.00 WIB. Masih tersisa waktu satu jam. Mereka memanfaatkannya untuk bercengkrama di tempat ditidur untuk mengobrol, sementara guru yang lain belum bangkit dari tidurnya.

“Ms. Ari, semalem ngeliat apa sih?” tanya Mega penasaran.
“Iiihh…, saya ngeliat setan permen di pohon pisang.”
“Setan permen? Apaan tuh?” Mega mengernyitkan dahinya.
“Setan permen. Permen sugus. Masa gak tau sih….”
“Apaan sih?” Mega menggaruk-garuk kepalanya.
“Pocong.”
“Serius? Kok dibilangnya setan permen sih?” rasa penasaran memenuhi pikiran Mega.
“Yah, coba aja liat gimana bungkusnya,” jelas Ari sambil meringis.
“Oh iya ya, kayak permen sugus. Pocongnya kayak gimana, Ms. Ari?”
“Ya, pocong. Putih. Mukanya saya gak ngeliat jelas, orang gelap kok.”
“Ms. Ari, jangan sampe ada murid yang tau itu…. Nanti pada heboh.”
“Iya, makanya saya semalem diem aja.”

Tak terasa satu jam telah berlalu. Matahari sudah menebarkan sinarnya hingga menerobos dua jendela yang berada di kamar itu. Mereka segera membangunkan guru lainnya, dan bergegas menuju halaman untuk melakukan senam bersama peserta lainnya.

Lagu On The Floor milik Jennifer Lopez menghentak, mengawali gerak lincah mereka. Senam pagi itu dipimpin oleh Mega. Perempuan berkulit putih itu memang terkenal dengan keahlian nge-dance, jadi ia mengombinasikan senam dengan gerakan tari. Semua peserta tampak riang dan bersemangat. Peluh mengalir di setiap pori tubuh-tubuh bugar itu, namun mereka sama sekali tak tampak kelelahan. Kegiatan tersebut berlangsung sekitar satu jam. Senam selesai, dilanjutkan dengan sarapan.
***

Setelah sarapan seluruh peserta diperkenankan untuk mandi dan beristirahat hingga pukul 09.00 WIB. Ini adalah hari kedua kegiatan Field Trip di Sukabumi. Setelah kemarin mereka melakukan kunjungan ke sebuah pabrik minuman ternama, hari ini mereka diberikan free time hingga pukul 12.00 WIB, mereka bebas malakukan kegiatan yang mereka suka, selama itu tidak melanggar norma-norma yang berlaku di penginapan. Meski free time, panitia tetap membuat beberapa kegiatan untuk para siswa, seperti futsal dan tenis meja, namun kegiatannya tersebut bersifat bebas dan tidak mengikat. Tidak hanya siswa yang menikmati free time, guru pun tidak mau melewatkan kesempatan ini. Mereka berkumpul di salah satu kamar, saling bertukarpikiran.

Saat sedang bercengkrama
Saat sedang bercengkrama
Di sela-sela obrolan mereka, Ari memotong. Menceritakan kejadian semalam. Suasana yang awalnya ramai berubah menjadi sepi, dan sebuah aura yang membuat bulu kuduk merinding menyelimuti ruangan itu, siang hari seketika berubah menjadi malam yang kelam.

“Untung hari ini kita pulang ya,” ucap guru lain merasa bersyukur.
“Iya, kalau masih nginep malem ini mah saya gak bakal bisa tidur. Bagaimana perasaan Ms. Ari setelah melihat itu?” ujar guru lainnya menimpali.
“Gak bisa digambarkan deh bagaimana perasaan saya waktu ngeliat itu.”
“Kalo saya sih pasti langsung pingsan! Waktu listrik mati aja saya teriak-teriak kayak orang kesurupan. Untung ada Ms. Ari. Kalo gak ad amah, gak tau deh gimana saya,” ucap Mega.
***

Matahari telah tinggi, sinarnya menyengat seluruh mahkluk hidup, ada yang merasa nyaman, namun ada pula yang merasa terganggu. Yang merasa terganggu akan segera berteduh, di dalam rumah, di bawah pohon rindang ataupun berlindung di bawah payung. Ya, tentu saja seperti itu, karena waktu telah menunjukan pukul 12.00 WIB. Seluruh peserta berkemas untuk pulang.

Ari dan Beberapa Siswa

Ari dan Mega merapihkan barang-barang mereka. Mereka tampak sangat bersemangat untuk pulang. Setelah peristiwa semalam, mereka tak ingin berlama-lama berada di tempat itu. Setelah berkemas, Ari menyempatkan diri untuk berfoto dengan siswa, dan Mega tetap fokus pada khayalannya tentang rumah dan anak-anak yang ia tinggal selama dua hari.

“Anakku, mama akan pulang, ” gumam Mega menahan rindu yang tiba-tiba menguasai perasaannya.

*selesai*
 
Design by Pocket