Oleh: Ikhsan Abi Nubli*
Dalam
kehidupan sosial interaksi
memang sangat dibutuhkan. Tak dapat
dipungkiri, kita pasti
sering melakukan interaksi. Mengobrol merupakan salah satu bentuk interaksi yang
sering kita lakukan. dalam tulisan ini, saya menganalisis relasi antara buruh
dan majikan. Buruh dan majikan dibedakan berdasarkan kelas sosialnya. Meski
berasal dari kelas sosial yang berbeda, mereka saling berinteraksi, sehingga
menciptakan relasi yang baik.
Buruh mendapatkan upah dari majikan sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan. Jika buruh tidak maksimal dalam bekerja, maka majikan
akan mengurangi gajinya. Begitupun sebaliknya, jika majikan memberikan upah
yang minim, maka buruh akan bekerja dengan tidak maksimal. Maka, terjadilah
konflik karena adanya ketidakpuasan dari masing-masing pihak.
Misalnya dalam kasus supir dan tuannya. Supir harus bekerja lebih
keras dari pada majikannya karena supir
diupah oleh tuannya
yang memiliki modal untuk menggajinya. Supir mendapatkan upah
dari tuannya, sedangkan tuannya mendapatkan pelayanan
jasa dari supirnya.
Mereka
saling membutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan masing-masing. Tanpa buruh, tak adalah
majikan. Tanpa buruh, tak ada jasa, tak
ada produksi dan
tak
ada produk. Begitu pula sebaliknya,
tanpa majikan yang punya pabrik, buruh pun tak ada, atau tak bisa bekerja.
Tanpa putaran roda ekonomi, buruh pun tak dibutuhkan. Jadi, kedua belah pihak
sama-sama saling membutuhkan dan dibutuhkan.
Namun nyatanya dalam relasi
buruh-majikan, posisi buruh selalu subordinatif terhadap majikan. Hal ini
merupakan akibat dari ketidakseimbangan kekuasaan ekonomi yang selanjutnya
memunculkan ketidakseimbangan dalam kekuasaan. Maka dari itu, meski sama-sama saling membutuhkan, namun perbedaan
kelas membuat tuan
lebih unggul dari supir, karena supir bekerja untuk tuannya. Idealnya, mereka saling memberi dan
menerima. Di sini lah proses
interaksi terjadi. Jadi, relasi buruh-majikan tercipta melalui interaksi,
dimana mereka memiliki hubungan timbal-balik.
*Siswa SMA Labschool Jakarta