Kemunculan Generasi Instan

Agustus 02, 2012

Oleh: Keumala Safira Ramadhani*


Saya prihatinan terhadap generasi penerus bangsa yang masih tergolong anak-anak, mereka menjadi konsumsi hiburan masyarakat.

Bukannya duduk di bangku sekolah untuk menimba ilmu, di acara itu, anak-anak berumur 5-12 tahun justru berkompetisi untuk mendapatkan status pemenang, ketenaran, kontrak kerja, dan uang. Di saat melakukan pementasan, mereka berdandan layaknya orang dewasa. Audience dari acara itu merupakan anak seumuran mereka. Maka, banyak dari penonton -yang masih belum bisa menyaring informasi- meniru para kontestan acara tersebut.

Dulu, anak-anak seusia mereka bercita-cita menjadi dokter, insinyur, pilot dan sebagainya. Kini, banyak dari mereka yang bercita-cita ingin menjadi artis. Dandanan ala bintang ternama, baju manggung yang mewah dan ketenaran instan menjadi magnet tersendiri bagi mereka, ditambah lagi dengan dukungan –bahkan paksaan- orangtua. Hal tersebut dapat mengarah pada tindakan negatif yang dilakukan oleh orang tua, yaitu mengeksploitasi anak-anaknya. Anak-anak itu dirampas waktu bermain dan belajarnya untuk mengikuti kontes instan. 

Generasi penerus bangsa telah teracuni dengan persepsi bahwa menjadi artis satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan untuk menggapai sukses, maka dari itu kontes instan banyak diminati. Generasi bangsa telah dirangsang untuk mendapatkan tujuannya dengan cara-cara instan tanpa memedulikan proses dan usaha keras. Gemerlap dan kemewahan yang ditawarkan berbagai ajang kontes instan mampu menyihir banyak orang, yang tanpa sadar mereka telah dijadikan alat peras untuk mendapatkan keuntungan besar dan mendongkrak rating semata. Dari sini kita dapat melihat gambaran bagaimana seseorang dapat dengan mudah terpengaruh oleh acara TV.

Hal ini amat disayangkan, karena secara tidak sadar anak-anak tersebut telah dibiasakan untuk mendapatkan segala sesuatu dengan cara instan, tanpa kerja keras. Materi dan ketenaran menjadi kiblat mereka untuk sukses. Seharusnya, orangtua tidak menjual mimpi-mimpi “keartisan” pada anaknya. Dalam hal ini, orangtua dituntut mampu mendidik anaknya menjadi sosok yang penuh usaha dan kerja keras. Selain itu, orangtua harus menanamkan bahawasannya kesuksesan tidak dapat dicapai dengan instan, keeuksesan butuh proses.

*Siswa SMA Labschool Jakarta
 
Design by Pocket