Oleh: Keumala
Safira Ramadhani*
Saya
prihatinan terhadap generasi penerus bangsa yang masih tergolong anak-anak, mereka
menjadi konsumsi hiburan masyarakat.
Bukannya duduk di bangku sekolah untuk
menimba ilmu, di acara itu, anak-anak berumur 5-12 tahun justru berkompetisi
untuk mendapatkan status pemenang, ketenaran, kontrak kerja, dan uang. Di saat
melakukan pementasan, mereka berdandan layaknya orang dewasa. Audience
dari acara itu merupakan anak seumuran mereka. Maka, banyak dari penonton -yang
masih belum bisa menyaring informasi- meniru para kontestan acara tersebut.
Dulu, anak-anak seusia mereka bercita-cita
menjadi dokter, insinyur, pilot dan sebagainya. Kini, banyak dari mereka yang
bercita-cita ingin menjadi artis. Dandanan ala bintang ternama, baju manggung
yang mewah dan ketenaran instan menjadi magnet tersendiri bagi mereka, ditambah
lagi dengan dukungan –bahkan paksaan- orangtua. Hal tersebut dapat mengarah
pada tindakan negatif yang dilakukan oleh orang tua, yaitu mengeksploitasi
anak-anaknya. Anak-anak itu dirampas waktu bermain dan belajarnya untuk
mengikuti kontes instan.
Generasi penerus bangsa telah teracuni
dengan persepsi bahwa menjadi artis satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan
untuk menggapai sukses, maka dari itu kontes instan banyak diminati. Generasi
bangsa telah dirangsang untuk mendapatkan tujuannya dengan cara-cara instan
tanpa memedulikan proses dan usaha keras. Gemerlap dan kemewahan yang ditawarkan
berbagai ajang kontes instan mampu menyihir banyak orang, yang tanpa sadar
mereka telah dijadikan alat peras untuk mendapatkan keuntungan besar dan
mendongkrak rating semata. Dari sini kita dapat melihat gambaran bagaimana
seseorang dapat dengan mudah terpengaruh oleh acara TV.
Hal ini amat disayangkan, karena secara
tidak sadar anak-anak tersebut telah dibiasakan untuk mendapatkan segala
sesuatu dengan cara instan, tanpa kerja keras. Materi dan ketenaran menjadi
kiblat mereka untuk sukses. Seharusnya, orangtua tidak menjual mimpi-mimpi “keartisan”
pada anaknya. Dalam hal ini, orangtua dituntut mampu mendidik anaknya menjadi
sosok yang penuh usaha dan kerja keras. Selain itu, orangtua harus menanamkan
bahawasannya kesuksesan tidak dapat dicapai dengan instan, keeuksesan butuh
proses.
*Siswa SMA Labschool Jakarta