Oleh:
Muh. Zulfajri Taswin
Pasar
Sumur Batu, Kecamatan Sumur Batu, Jakarta Pusat ini sudah ramai sejak subuh,
terutama di hari Minggu. Pengunjungnya pun datang dari berbagai strata sosial
dan tempat di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Kendaraan dengan berbagai jenis
dan model berjejer rapi di parkiran. Mobil, motor, sepeda, bajaj setia menunggu
langganan, tukang ojek pun tak ketinggalan mencari penumpang.
Di
bagian depan pasar, tepat di pintu masuk utama, terdapat deretan penjual buah. Buah yang mereka jual beraneka ragam. Masuk ke
bagian tengah sebelah kiri, dihuni oleh pedagang sayuran yang menjajakan segala
jenis sayur, baik yang datang dari lokasi di sekitar Jakarta maupun dari tempat
yang lebih jauh, seperti Rancamaya di Bogor. Bagian belakang pasar sebelah
kanan terdapat kios penjual buah, toko beras dan barang kelontong. Lokasinya
terang, dengan warna cat yang cerah meski agak kusam.
Berbeda
dengan bagian tengah yang bersih dan teratur, bagian belakang pasar agak becek,
lembab dan bau. Mungkin, karena di bagian inilah sebagian besar penjual daging
menyatu. Bau selokan pasar yang mampet oleh sampah yang menumpuk menyatu dengan
bau keringat para pembeli dan penjual yang saling debat tentang kualitas
dagangan mereka.
Di
hampir tiap sudut pasar terdengar teriakan penjual yang menawarkan
dagangannya. Ini tentu saja
merupakan tindakan persuasif untuk
menarik konsumen datang. Interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli
berupa proses tawar-menawar, dan tidak jarang terjadi perdebatan panjang oleh
calon pembeli dan penjual demi mencapai kesepakatan harga.
Pukul
08.00 WIB, biasanya para pembeli sudah terlihat memenuhi seisi pasar. Pada
saat-saat seperti ini arus lalu lintas di sekitar pasar seringkali macet.
Kemacetan tersebut disebabkan oleh kendaraan pengunjung dan lalu-lalang mobil pick-up
pengantar barang yang melintas berlawanan arah. Saat seperti inilah peranan
tukang parkir sangat berguna bagi ketertiban arus lalu lintas sekitar pasar.
Pada pukul 09.00 WIB, tingkat kepadatan pasar sedikit mereda. Terlihat beberapa
pembeli kesulitan mencari barang kebutuhannya karena barang yang diinginkannya
telah habis terjual.
Salah
satu sudut yang menarik untuk diamati adalah beberapa warung tenda yang cukup
ramai oleh pembeli. Letaknya berdampingan dengan tempat penampungan sampah.
Berbagai macam makanan dijajakan. Aromanya mengundang selera, meski sedikit dikaburkan
oleh bau menyengat dari tempat penampungan sampah. Namun, hal itu tidak
mengurangi nafsu makan pembelinya.
Menuju
pukul 11.00 WIB, pasar mulai sepi dan banyak kios yang tutup. Arus lalu lintas
di sekitar wilayah pasar pun mereda, karena jam masuk kerja telah terlewati.
Pembeli yang memadati pasar pun telah berkurang dan para penjual yang barang
dagangannya laku pulang dengan senyuman puas. Tukang pikul bergegas pulang ke rumahnya,
tak terkecuali tukang parkir.
Setelah
mengamati pasar tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam satu tempat
dapat berlangsung lebih dari satu interaksi. Menurut penulis, pasar tradisional
merupakan salah satu laboratorium hidup yang penuh dengan berbagai latar
belakang profesi, suku, agama, ras dan sebagainya. Tetapi memiliki satu
kesamaan tujuan yaitu melakukan aktivitas jual-beli. Interaksi juga terjadi di
sini, tawar-menawar adalah salah satunya.
*Siswa SMA Labschool Jakarta