Bebas (Jangan) Dilepas

Februari 20, 2015



Kebebasan berpendapat, menghargai setiap pendapat. Tapi kebanyakan dari kita hanya fokus pada kata ‘kebebasan’. Kita melupakan beberapa hal yang menyertai makna kebebasan berpendapat, seperti kepentingan, kesetaraan dan sikap saling menghargai.

Seperti yang terjadi pada kasus Charlie Hebdo. Ia dan negara yang ia tinggali sangat menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Maka dari itu, baginya tidak jadi soal ketika ia mengungkapkan pemikiran melalui karyanya tentang Islam, Kristen dan sebagainya. Namun, bagaimana kebebasan tersebut dapat membakar amarah banyak golongan?

Berkaca dari kasus tersebut, mari kita selami makna kebebasan yang selama ini membelenggu kita dalam kebingungan.

Ketika kebebasan sudah menjadi komoditas pribadi atau golongan, otomatis kepentingan publik sudah dikesampingkan. Saat ini kebebasan lebih sering berada di sisi kepentingan pribadi atau golongan. Contohnya, melalui jasa media massa seseorang bisa meningkatkan citra dirinya, pun bisa menjatuhkan citra lawannya. Media massa memiliki sebuah ‘ruang’ di mana sering terjadi penyalahgunaan kebebasan dalam berpendapat dan menyampaikan informasi.


Mengapa demikian? Karena media massa memiliki kekuatan dalam membentuk opini publik. Tidak sedikit orang yang menggunakan media massa sebagai kendaraan untuk mencapai kepentingan pribadi atau golongan, walaupun hal tersebut merugikan masyarakat. Hal ini merupakan salah satu masalah yang muncul jika kita mengabaikan kepentingan publik dalam implementasi kebebasan. Lantas, akibat yang muncul dari kesalahan praktek kebebasan tersebut adalah munculnya ketidaksetaraan. 

Hal ini sesuai dengan Teori Masyarakat Massa. Teori tersebut menjelaskan beberapa hal tentang media massa, kekuasaan dan ketidaksetaraan. Pertama, bahwa media massa berhubungan dengan struktur kekuatan politik dan ekonomi. Kedua, media massa tunduk pada peraturan politik, ekonomi dan hukum. Ketiga, media massa dipandang sebagai instrumen efektif bagi kekuasaan untuk mempengaruhi. Keempat, media massa tidak dengan rata tersedia untuk semua kelompok atau kepentingan.

Mereka yang memiliki kekuatan (baik secara ekonomi, politik dan hukum) mampu menyetir media massa, menikmati kebebasan dan mewujudkan kepentingan. Di lain sisi, masyarakat hanya dapat menelan apa yang disajikan, dan suara-suara mereka menjadi terpinggirkan. Di sinilah tercipta (apa yang disebut) mayoritas dan minoritas bukan berdasarkan jumlah, tapi berdasarkan kekuasaan. Siapa yang berkuasa, berhak berbicara dan mengatur apa yang harus diketahui orang lain, merekalah mayoritas. Ruang untuk bersuara pun hilang.

Berkaitan dengan hal itu, ketika masyarakat tidak lagi memiliki ruang untuk bersuara mereka rentan menjadi korban dari prasangka, tidak menutup kemungkinan akan berkembang menjadi konflik. Ini merupakan bentuk pembodohan di era kebebasan yang dilakukan oleh sebagian orang atau golongan. Sayang sekali, padahal seharusnya media massa dapat memberikan ‘ruang’ untuk membangun kesetaraan dengan membukan akses yang berlaku setara bagi seluruh lapisan masyarakat untuk bersuara.

Masalah di atas menunjukan bahwa kini kebebasan tidak lagi berbicara soal kepentingan publik, tapi lebih kepada kepentingan pribadi atau golongan. Banyak dari kita yang merasa senang ketika kebebasan sudah menjadi urusan personal, tanpa tahu dampak yang ditimbulkan. Jika seseorang menggunakan jasa media untuk menjatuhkan pihak lain melalui ucapannya, bukankah itu kebebasan? Ya. Apakah ada sanksi untuknya? Ada. Siapa yang dirugikan? Banyak pihak. Jadi, dalam hal ini kita tidak dapat melihat kebebasan sebagai privasi. Karena yang kita tekankan adalah apa akibat yang muncul dari kebebasan tersebut dan siapa yang dirugikan, bukan soal apa sanksi yang didapatkan pelaku. Maka dari itu, kebebasan (sepenuhnya) tidak dapat menjadi milik pribadi.

Jika kita menganggap kebebasan berpendapat sebagai privasi, maka kita melupakan esensi kebebasan, yakni saling menghargai. Sebagai contoh Charlie Hebdo yang (katanya) menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, nyatanya justru menyalakan amarah banyak golongan. Kenapa? Karena, ia lupa tentang sikap saling menghargai, lupa tentang kesetaraan dan kepentingan publik.

Kita bebas, tapi kita tak bebas melepas.
 
Design by Pocket