Dinamika Masyarakat Perkotaan

September 03, 2013

Oleh: Cecilia Pujianti*

Sebelum saya membahas tentang masyarakat perkotaan, saya akan menjelaskan tentang pengertian kota dan masyarakat. Max Weber melihat suatu tempat disebut kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagaian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri-cirinya adalah mempunyai pasar, juga mempunyai hukum dan lain-lain tersendiri dan bersifat kosmopolitan. Berbeda dengan Cristaller yang menilai kota berdasarkan fungsinya sebagai penyediaan jasa-jasa bagi lingkungannya. Sebagaimana tempat ini bisa berguna sebagai penyediaan barang dan jasa-jasanya untuk tempat-tempat di sekitarnya.
Wirth mengatakan kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya, sehingga hubungan sosialnya menjadi longgar acuh dan tidak pribadi. Sedangkan menurut Harris dan Ullman kota merupakan pusat pemukiman dan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam (SDA). Manusia yang tidak peduli terhadap alam menyebabkan SDA rusak dan semakin cepat habis karena orang-orang yang tidak bertanggung jawab tersebut. Harris dan Ullman memikirkan bagaimana cara membangun kota di masa depan agar keuntungan dari konsentrasii pemukiman tidak mendatangkan kerugian atau paling tidaknya diperkecil. Sedangkan arti masyarakat menurut R.Linton adalah setiap kelompok manusia yang cukup lama dan hidup bekerjasama. M.J. Herskovits mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganinsasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.

Dalam pengertian tentang kota dan masyarakat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat perkotaan adalah sekumpulan manusia dalam jumlah besar yang berinteraksi dalam sebuah daerah yang besar di mana ada struktur di dalamnya berupa pemerintahan. Di sana juga terdapat interaksi antara pemimpin dan masyarakat yaitu dengan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan untuk rakyatnya sebagai pembatas kegiatan seseorang. Ini dilakukan agar orang-orang bisa bersikap sesuai peraturan, tidak bertindak seinginnya, dan kota bisa menjadi tempat yang aman dan juga tentram.
Masyarakat kota bisa juga dikatakan sekumpulan orang yang hidup di suatu tempat yang sudah modern atau lebih maju dan mudah untuk mendapatkan suatu hal yang dicita-citakan dikarenakan faktor teknologi yang sudah canggih dalam penggunaanya atau karena pemikiran di kota sudah lebih maju. Masyarakat kota biasa menganggap dirinya lebih maju dari yang lain, mereka biasa menginginkan persaingan agar menunjukan siapa yang lebih hebat di antara mereka. Hal ini mengakibatkan masyarakat kota ini lebih cenderung individualis, dengan tingkat pemikirannya yang tinggi, pergaulan dan pekerjaan yang lebih bervariatif.
Perkembangan masyarakat desa menjadi masyarakat kota bisa terjadi karena adanya sektor perindustrian di daerah tersebut, yang mengakibatkan kemajuan-kemajuan di daerah tersebut, masyarakat yang dulunya hidup bergotong-royong kemudian berganti dengan sistem kontrak kerja. Bertambahnya masyarakat kota bias juga diakibatkan karena urbanisasi. Perpindahan penduduk dari desa ke kota diakibatkan karena sempitnya lapangan pekerjaan, kurangnya fasilitas pendidikan, keinginan untuk memperbaiki keuangan mereka, dan mereka sudah bosan dengan kehidupan tradisional yang mengikat mereka.
Umumnya karakteristik masyarakat perkotaan dilihat berdasarkan pakaian, makanan, dan rumah yang ditempatinya. Namun, masyarakat perkotaan juga dapat dilihat berdasarkan kebutuhan hidupnya. Biasanya mereka membutuhkan barang-barang yang mewah karena sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Tidak hanya barang, untuk makanan pun mereka memiliki selera yang tinggi.
Lebih jauh lagi, masyarakat perkotaan tidak perduli dengan agama, atau bisa di bilang uang atau pekerjaan adalah nomor satu, sedangkan Tuhan adalah nomor dua. Beribadah hanya sebuah formalitas, lepas dari itu mereka lebih serius berkecimpung dalam hal-hal duniawi, seperti ekonomi atau perdagangan. Yang kedua yaitu perubahan sosial di antara masyarakat kota bisa dengan jelas terlihat. Mereka gampang terpengaruh oleh dunia luar yang mengakibatkan pertikaian antara golongan tua dan muda, di mana golongan muda yang lebih sering mengikuti pola-pola baru dalam kehidupannya, sedangkan golongan tua tidak mampu menyesuaikannya.
Yang ketiga adalah masyarakat kota merasa bahwa mereka sudah hebat tanpa orang lain, sehingga mereka tidak membutuhkan orang lain, dan mereka bisa mengerjakan semua hal sendiri. Mereka menganggap orang yang membantu kita hanya menyusahkan kita saja. Yang keempat adalah biasanya orang-orang kota ini lebih suka bergaul dengan golongan sesamanya. Misalnya seorang direktur lebih suka bergaul dengan direktur-direktur lain dikarenakan lebih nyambung dalam obrolannya. Begitupula dengan seorang mahasiswa, mereka pasti lebih nyaman untuk ngobrol dengan teman sesamanya yang mahasiswa,
Yang kelima adalah pekerjaan di kota apalagi di kantor sangat sulit didapat oleh mereka yang kemampuannya minim, mereka membutuhkan orang-orang yang mempunyai kemampuan expert. Tapi biasanya mereka mengambil orang-orang ini dan membayarnya dengan gaji yang minim, karena mereka menginginkan untung besar dengan modal yang minim. Biasanya mereka mengambil pegawai yang merupakan lulusan dari universitas-universitas yang tidak bergengsi.
Keenam, jalan pikiran rasional yang dianut masyarakat perkotaan menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi. Tidak sedikit masyarakat yang berasumsi bahwa dengan tinggal di kota tingkat perekonomian seseorang pasti meningkat, memiliki karir yang sukses, rumah yang besar, menggunakan barang-barang branded dan sebagainya. Padahal, hal itu tidak sepenuhnya benar, buktinya di sekeliling kita masih banyak tukang sapu jalan, tukang becak, pemulung dan pengemis. Selain itu, di wilayah perkotaan juga “ditumbuhi” rumah-rumah kumuh.
Interaksi masyarakat kota dengan masyarakat pedesaan pun berbeda, masyarakat perdesaan biasanya lebih ramah daripada masyarakat kota. Mereka suka bergotong-royong, mereka peduli terhadap sekitar berbeda dengan masyarakat kota yang individualis, mementingkan diri sendiri, dan bersikap acuh tak acuh. Masyarakat pedesaan juga tentunya sangat mementingkan sopan santun. Jumlah masyarakatnya juga sangat terlihat, karena biasanya masyarakat perkotaan pasti jumlahnya lebih besar daripada masyarakat desa. Masyarakat di kota sangat padat, ditambah bangunan-bangunan yang dibangun illegal juga transportasi yang sangat banyak dan menyebabkan polusi dimana-mana sehingga menyebabkan kehidupan di kota tersebut bertambah sesak.
Biasa orang-orang yang melakukan urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota untuk mengadu nasib. Sehingga tidak kita pungkiri bahwa persaingan dalam pekerjaanpun menjadi sangat tinggi. Mereka yang mempunyai pendidikan yang tinggi akan lebih mudah mendapat pekerjaan daripada orang yang mempunyai pendidikan yang rendah. Biasa nya orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi  menganggap rendah orang lain karena merasa dirinya sudah sangat dibutuhkan orang-orang, sehingga mungkin saja mereka memandang rendah bosnya dan bersikap seinginnya. Untuk orang yang berpendidikan rendah lebih sulit untuk mendapat pekerjaan karena tingginya standar minimum pendidikan dalam pekerjaan saat ini. Sekarang lulusan s1 saja bisa menjadi OB, bagaimana dengan yang pendidikannya hanya SMA, SMP, dan bahkan SD. Dalam bersaing di kota saat ini adalah kita harus mempunyai tekad yang tinggi untuk sukses, pantang menyerah, dan tentunya kita harus memperbanyak teman.
Masyarakat kota yang biasa dilihat suka berfoya-foya dalah kebutuhannya, mereka biasa bersaing dalam mempunyai barang-barang yang bagus atau branded. Ditambah dengan kehidupan sekarang yang dipenuhi oleh teknologi-teknologi canggih dan modern seperti handphone, gadget, mobil mewah. Sebenarnya bisa membuat diri mereka menjadi ketergantungan. Mereka juga melakukan apapun untuk mendapatkan barang yang mereka ingin atau dambakan. Ada yang sampai melakukan operasi plastik karena ingin tampil cantik. Mereka merubah bentuk tubuh yang Tuhan sudah rancang dengan sempurnanya menjadi bentuk yang mereka ingin. Remaja sekarang juga sekarang lebih mementingkan popularitas di sekolahnya, mereka biasa menunjukan kekayaan mereka untuk mendapatkan popularitas tersebut. Seharusnya sebagai penerus bangsa kita harus belajar dan berprestasi agar kita bisa meneruskan bangsa ini. Hal yang harus kita ingat adalah, diluar sana masih banyak orang-orang yang tidak mampu, hendaknya kita untuk tidak menghambur-hamburkan uang saat ini.
Masyarakat kota sudah tidak mempercayai hal-hal mistis lagi. Di pedesaan masyarakatnya lebih bersikap homogen yaitu persamaan antara ciri-ciri social dan psikologis, bahasa, adat-istiadat, dan perilaku terlihat jelas pada masyarakat perdesa bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Sedangkan di kota penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dengan macam-macam perilaku, dan juga bahasa. Kalau di desa pasti susah untuk menemkan fasilitas-fasilitas yang terdapat di Jakarta seperti rumah sakit, kantor polisi, kantor pos, mall, dan pasar modern.
Masyarakat kota sangat bergantung pada masyarakat desa, sebenernya mereka keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat antara satu sama lain. Misalnya dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat perkotaan, mereka biasa membeli bahan pokok tersebut di supermarket, pasar, Padahal bahan-bahan pokok yang dijual di pasar atau supermarket tersebut pasti berasal dari masyarakat desa pada umumnya karena salah satu mata pencaharian mereka yaitu bertani dan berkebun. Begitu juga dengan masyarakat perkotaan yang biasa membutuhkan buruh bangunan, proyek-proyek pembangunan, dan juga pembantu. Biasa untuk buruh bangunan atau proyek-proyek pembangunan bekerjanya musiman, kalau belum panen maka masyarakat desa tersebut bekerja kepada masyarakat kota ini. Sedangkan pembantu tidak secara musiman.
Banyak juga masyarakat dari kota berpindah ke desa untuk mencari ketenangan, seperti contohnya Bhikkhu atau Bhikkhuni. Hal ini sangat jarang terjadi oleh masyarakat kota lainnya, dikarenakan karena mereka yang apalagi sudah mempunyai perkerjaan yang tetap di Jakarta dan mempunyai gaji yang tinggi. Biasanya masyarakat kota yang pergi ke desa untuk berlibur, sekedar untuk menghilangkan stress setelah lamanya mereka stress akan kehidupan perkotaan yang begitu sangat padat. Begitupula banyak masyarakat dari desa pindah ke kota untuk mengadu nasib, dan jika mereka tidak berhasil mereka pindah ke tempat lain untuk mencari keberuntungan mereka, kembali ke daerah mereka semula, atau menetap di daerah tersebut karena sudah lelah, pasrah, ataupun sudah tua. Hal ini yang mengakibatkan di kolong jembatan atau pinggiran kota banyak orang tidak mampu.
Kesimpulan yang saya ambil adalah masyarakat perkotaan dengan masyarakat perdesaan sangat berbeda, dilihat dari ciri-ciri masyarakatnya sendiri. Kita tidak bisa mengatakan bahwa masyarakat kota terdiri dari orang-orang yang semuanya sukses, buktinya masih bisa kita lihat bahwa di samping kota kita tersebut masih ada orang-orang pinggiran yang belum mencapai hal yang mereka inginkan sebenarnya, mereka masih berjuang untuk mencapai tingkat yang mereka ingin tentunya. Masyarakat perkotaan dan masyarakat desa sebenarnya tidak jauh berbeda, mereka masih saling membutuhkan satu sama lainnya, mereka sama-sama berjuang intinya untuk memenuhi kebutuhan mereka dan mencapai goal yang mereka ingin capai.

*Siswa SMA Mutiara Bangsa 2
 
Design by Pocket