Asia Menguasai Dunia

Desember 05, 2011



Sejak jatuhnya kekaisaran Romawi, Eropa berada dalam zaman kegelapan sampai munculnya masa afklarung dan renaisans. Selama 1000 tahun Eropa berada di posisi yang tidak menguntungkan dalam segala bidang. Lain halnya dengan kawasan Asia dan Timur Tengah, kawasan tersebut justru mengalami kemajuan yang sangat pesat dalm bidang ilmu pengetahuan, perdagangan, agam dan diplomasi.
Seorang peneliti, Stewart Gordon, mampu menuangkan gagasan-gagasannya melalui buku ini. Buku yang terdiri dari sepuluh bab ini memaparkan secara kronologis dan disertai dengan bukti-bukti nyata bahwa dalam kurun waktu 500-1500 M Asia mampu menguasai dunia. Penyajian isi buku ini sangat unik. Melalui tokoh-tokoh historis Gordon menunjukan evolusi perkembangan agama, budaya, ekonomi dan politik di Asia.
Xuanzang (biarawan Budha dan Cina), Ibn Fadlan (utusan dari Bahdad), Ibn Sina (filsuf dan pakar pengobatan dari Persia), Fa Xian (peziarah dari Cina), Abraham bin Yizu (pedagang Yahudi di India), Ibn Batuta (diplomat kekaisaran Islam dari Maroko), Ma Huan (penerjemah dokumen asing dari cina, Babur (keturunan Jengis Khan) dan Tome Pires (apoteker Portugis), merekalah tokoh-tokoh historis yang mengisi cerita dalam bab satu sampai bab Sembilan. Dan pada bab terakhir adalh rangkuman dari fakta-fakta historis yang telah dipaparkan oleh Gordon pada bab-bab sebelumnya.
Bab satu mengisahkan Xuanzang yang mengadakan perjalanan ke India karena Dinasti Tang yang pada masa itu berkuasa tidak melindungi para biarawan Budha. Perjalanan yang menuai berbagai hambatan mau tak mau harus dilalui Xuanzang demi sebuah perjuangan mengalahkan hawa nafsu yang menjadi penyebab penderitaan manusia, sehingga ia mampu mencapai pembebasan jiwa manuju nirwana. Pad saat itu tidak hanya agama Budha yang berkembang luas dari India sampai ke Cina, tetapi ada agama-agama lain, seperti Taoisma, Konfusianisme, Zoroastrianisme dan Brahmanisme. Agama-agama tersebut sedang bersaing dengan Budhisme untuk menunjukan eksistensi masing-masing. Dalam pengalaman Xuanzang, Gordon menyimpulkan bahwa persaingan antaragama adalah fenomena yang lumrah, selama persaingan tersebut dilakukan secar sehat dan tidak saling menghancurkan dan mengalahkan.
Perjalanan Ibn Fadlan dari Baghdad ke Alnis (Rusia) dipaparkan dalam bab dua. Melalui perjalanan ini, Gordon menunjukan betapa agama dan kebudayaan Islam berkembang pesat di sepanjang jalur yang dilalui oleh Ibn Fadlan. Islam mudah berkembang karana tidak mengenal system kasta. Melalui komunitas Muslim yang heterogen, para pedagang Muslim itu menyebarkan agama Islam.
Kisah Ibn Sina yang diceritakan pada bab tiga memberi gambaran tentang jaringan cendikiawan selama masa kejayaan Dianasti Abbasiyah. Dinasti ini memulai proyek penerjemahan teks-teks berbahasa Yunani dan Latin ke bahasa Arab, selama tahun 1020-1036. Pada masa ini ilmu pengetahuan di Asia berkembang dengan pesat. Dialektika pemikiran Islam dengan filsafat pengetahuan, filsafat ketuhanan, dan metafisika Aristoteles yang berkembang di Asia mampu menaklukan dunia di bidang ilmu pengetahuan.
Perjalanan dari Cina ke India tidak hanya berhubungan dengan agama Budha, tetapi juga persebaran produk-produk Asia seperti kain sutra, keramik, barang-barang dari timah, dsb. Perjalanan yang ditempuh Fa Xiang ini menggambarkan betapa ramainya perdagangan Internasional di Asia pada abad 10-13 M yang dijelaskan pada bab empat.
Sepak terjang seorang pedagang Yahudi di Mangalore (tepi barat India), Abraham bin Yiju pada bab lima sangat menarik untuk disimak. Kiprah pedagang Yahudi ini mampu menguasai jalur perdagangan dari India sampai Cairo selama tahun 1120-1160 M. Etika berbinis yang berdasarkan prinsip saling percaya mampu berkembang pada masa ini. Pedagang yang berlaku curang dan merugikan pedagang lain akan diadili dan dipenjarakan. Pada bab ini Gordon juga  ingin menunjukan kepada pembaca tentang heterogenitas kota-kota metropolitan di Asia.
Abad ke-14 M, kisah perjalanan Ibn Batutah menegaskan bahwa para peziarah memegang paranan yang penting dalam menghubungkan kota-kota metropolitan seperti Damakus, Cairo, Mekah dan Delhi, dijelaskan dalam bab enam. Ibn Batutah yang berperan sebagai duta  berperan menyatukan bangsa-bangsa melalui praktik diplomasi normal. Kisah perjalanan Ibn Batutah yang dituangkan dalam bab ini, mencoba menberitahu kepada para pembaca bagaimana negara-negara menerapkan hokum Islam, fiqih, dan perpajakan.
Ma Huan sedikit memberikan gambaran kekuasaan Dinasti Ming. Dalam catatan Ma Huan diceritakan tentang ramainya perdagangan, adat istiadat dan kepercayaan yang memiliki hubungan baik dengan agama Budha, Hindu dan Islam.  Di pelabuhan Majapahit hidup para pedagang Arab, Cina, India, Persia dan pedagang-pedagang Asia Tenggara, fakta ini juga tercatat dalam catatan Ma Huan.
Pada bab delapan dan bab Sembilan, Gordon memaparkan pengrusakan kebudayaan yang dilakukan Jengis Khan dari Mongol. Kebudayaan Asia yang dijunjung tinggi karena keanekaragaman agama dan budayanya dirusak secara brutal oleh Jengis Khan dengan ekspansi kekuasaan. Babur, putra Jengis Khan, menggunakan cara yang berbeda dalam mencapai kepentingan politik dn bisnisnya, ia menerapkan prinsip kekuasaan “garan” (melarutkan) yang sasarannya adalah suku, ras dan agama. Pada kisah Tome Pries pun tak jauh berbeda. Kisahnya menceritakan tentang kekuasaan murni kolonialisme yang dianut orang Eropa dalam menjalankan bisnis.
Untuk menguasai dunia dapat diwujudkan dengan budaya politik yang harmoni bukan konflik, setidaknya itulah yang ingin disampaikan oleh Gordon pada bab sepuluh. Melalui kisah tokoh-tokoh historis telah dijelaskan secara detail oleh Gordon mengenai penyebaran agama dan politik perdagangan yang berkembang secara harmoni pada masanya masing-masing. Membaca buku ini membawa kita untuk menyusuri sejarah Asia dan membangkitkan harapan masa depan Asia.
 
Design by Pocket