Tiba-tiba
listrik mati, Mega berada di toilet. Seketika ia menjerit ketakutan. Mendengar
jeritan perempuan, Ari yang ketika itu ada di kamar tidak bergeming. Ia sendiri
merasa ketakutan karena seluruh ruangan gelap gelita. Mega masih menjerit,
tentu saja Ari merasa tidak nyaman dengan jeritan yang memekakan telinganya.
Ari berusaha meraba tempat tidur untuk menemukan ponselnya. Ketika
didapatkannya benda itu, ia bergegas menyalakan lampu ponsel usang itu dan
segera berjalan perlahan menuju jeritan Mega.
Jeritan
Mega menuntun Ari sampai padanya. Ari mengetuk pintu toilet tanpa berkata
apapun. Tapi tidak ada suara dari balik pintu, Ari mengetuk sekali lagi, dan ia
mendapatkan kejutan. Suara Mega semakin keras berteriak.
“Ammmppuunnn….
Jangan ganggu gw!” teriak Mega gemetar.
“Ms.
Mega ini saya!” teriak Ari.
Mega
membuka pintu sedikit demi sedikit, ia mengintip dalam kegelapan. Ia melihat
sesosok wanita kurus, tapi ia tidak yakin kalau itu Ari. Dengan sigap ia tutup
kembali pintu tersebut. Namun, sebelum pintu rapat Ari mendorong dari luar.
Meski tubuhnya kurus, Ari termasuk wanita perkasa, tak ayal itu membuat Mega terpental.
“Ms.
Mega, ini saya!”
“Beneran?”
tanya Mega setengah tidak yakin.
“Iya,
nih liat muka saya,” jawab Ari sambil mengarahkan ponsel ke wajahnya.
“Sorry,
Ms. Ari, saya kira siapa….”
Mereka
berdua jalan menuju kamar hanya dengan mengandalkan pencahayaan dari ponsel.
Sesampainya di kamar, Mega langsung merapatkan tubuhnya pada Ari. Mega masih
merasa takut. Terang saja, Mega memang takut kegelapan. Ari yang sudah
mengetahui ketakutan Mega merasa tidak risih dengan sikap Mega.
“Ms.
Ari, jangan ke mana-mana ya. Di sini aja,” Mega merajuk.
“Iya,
tenang aja. Lagian mau ke mana saya, gelap-gelap gini.”
“Ini
kenapa lagi pake mati lampu segala! Sepi banget lagi….”
“Ya
iyalah, yang lain lagi pada di api unggun. Ms. Mega ngapain di sini?”
“Saya
pengen pipis. Lha, Ms. ngapain di sini?”
“Saya
mau ngambil hp. Ms., keluar aja yuk, ngapain gelap-gelapan di kamar gini,” ajak
Ari yang mulai bosan.
“Ah,
jangan Ms. Ari, saya takut. Jalan dari sini ke halaman kan lumayan jauh.”
“Ah,
gak papa, kan pake penerangan, Ms. Mega.” Ari membuka pintu kamar, tentu saja
Mega mengikutinya.
Mereka
berjalan menuju halaman yang jaraknya cukup jauh dari kamar. Berjalan dengan
perlahan membuat mereka merasa jalan yang ditempuh lebih jauh dari jarak
sebenarnya, terlebih dalam suasana gulita. Walaupun malam itu bulan sedang
purnama, namun cahayanya tak tersebar di sepanjang jalan yang mereka lalui.
Setengah
perjalanan telah terlewati, suasana masih gelap. Mega, masih sama seperti tadi,
mencengkram tangan kiri Ari. Dan Ari tak pernah melepaskan ponsel dari tangan
kanannya, karena hanya itulah penerangan yang dapat mereka andalkan.
***
Tiba-tiba,
Ari menjerit. Ia membuang pandangannya ke arah Mega. Tentu saja hal itu membuat
Mega turut menjerit. Suara jeritan semakin mengeras, namun tak ada orang lain
yang bergeming, seolah di wilayah itu benar-benar hanya ada dua manusia, Ari
dan Mega.
“Ms.
Mega, saya ngeliat…. Di sana!” Ari masih menjerit.
“Apaan?
Ms. Ari ah jangan bikin saya takut.”
“Serius,
Ms. Mega. Saya ngeliat itu!” Ari kembali jalan dan mempercepat langkahnya. Mega
semakin kencang menggenggam tangan Ari.
Akhirnya,
mereka melihat cahaya menyembul dari halaman. Itu api unggun. Mereka sedikit
merasa tenang, dan semakin cepat menggerakan langkah kaki. Jarak yang tidak
terlalu jauh terasa begitu melelahkan.
“Ms.
Ari, tadi ngeliat apa?” tanya Mega penasaran.
“Aaahhh…,
udahlah gak usah dibahas sekarang,” ujar Ari gemetar.
Dengan
rasa lelah mereka ikut duduk mengitari api unggun seperti yang lain. Mereka
mengikuti rangkaian acara api unggun sampai selesai. Waktu menunjukan pukul
00.00 WIB, listrik kembali menyala. Acara ditutup dengan doa bersama. Seluruh
peserta kegiatan kembali ke kamar masing-masing, begitu pula Ari dan Mega. Mereka
berjalan menuju kamar bersama dua guru lain yang sekamar dengan mereka. Tak ada
sepatah pun kata yang keluar dari bibir mereka.
Pintu
kamar dibuka, mereka masuk ke dalamnya. Ari langsung merebahkan tubuhnya di
ranjang, Mega pun menyusul. Sementara dua guru lainnya masih menyibukan diri
dengan ritual perempuan di malam hari, membersihkan diri dengan berbagai produk
kecantikan. Sebenarnya setiap malam Ari dan Mega juga rutin melakukan hal yang
sama, namun karena peristiwa yang baru saja mereka alami seketika ritual itu
hilang dari ingatan mereka.
***
Ari
terbangun sebelum ayam berkokok, dan ingatannya disergap peristiwa semalam.
Namun, itu tidak menyurutkan langkahnya untuk malakukan ibadah subuh. Tak lupa,
sebelum pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, Ari membangunkan Mega, mengajaknya
untuk sama-sama menjalankan ibadah.
Selesai
ibadah, mereka kembali merebahkan tubuhnya. Acara pagi ini dimulai pukul 06.00
WIB. Masih tersisa waktu satu jam. Mereka memanfaatkannya untuk bercengkrama di
tempat ditidur untuk mengobrol, sementara guru yang lain belum bangkit dari
tidurnya.
“Ms.
Ari, semalem ngeliat apa sih?” tanya Mega penasaran.
“Iiihh…,
saya ngeliat setan permen di pohon pisang.”
“Setan
permen? Apaan tuh?” Mega mengernyitkan dahinya.
“Setan
permen. Permen sugus. Masa gak tau sih….”
“Apaan
sih?” Mega menggaruk-garuk kepalanya.
“Pocong.”
“Serius?
Kok dibilangnya setan permen sih?” rasa penasaran memenuhi pikiran Mega.
“Yah,
coba aja liat gimana bungkusnya,” jelas Ari sambil meringis.
“Oh
iya ya, kayak permen sugus. Pocongnya kayak gimana, Ms. Ari?”
“Ya,
pocong. Putih. Mukanya saya gak ngeliat jelas, orang gelap kok.”
“Ms.
Ari, jangan sampe ada murid yang tau itu…. Nanti pada heboh.”
“Iya,
makanya saya semalem diem aja.”
Tak
terasa satu jam telah berlalu. Matahari sudah menebarkan sinarnya hingga
menerobos dua jendela yang berada di kamar itu. Mereka segera membangunkan guru
lainnya, dan bergegas menuju halaman untuk melakukan senam bersama peserta
lainnya.
Lagu
On The Floor milik Jennifer Lopez menghentak, mengawali gerak lincah mereka. Senam pagi
itu dipimpin oleh Mega. Perempuan berkulit putih itu memang terkenal dengan
keahlian nge-dance, jadi ia
mengombinasikan senam dengan gerakan tari. Semua peserta tampak riang dan
bersemangat. Peluh mengalir di setiap pori tubuh-tubuh bugar itu, namun mereka
sama sekali tak tampak kelelahan. Kegiatan tersebut berlangsung sekitar satu
jam. Senam selesai, dilanjutkan dengan sarapan.
***
Setelah
sarapan seluruh peserta diperkenankan untuk mandi dan beristirahat hingga pukul
09.00 WIB. Ini adalah hari kedua kegiatan Field
Trip di Sukabumi. Setelah kemarin mereka melakukan kunjungan ke sebuah
pabrik minuman ternama, hari ini mereka diberikan free time hingga pukul 12.00 WIB, mereka bebas malakukan kegiatan
yang mereka suka, selama itu tidak melanggar norma-norma yang berlaku di
penginapan. Meski free time, panitia
tetap membuat beberapa kegiatan untuk para siswa, seperti futsal dan tenis
meja, namun kegiatannya tersebut bersifat bebas dan tidak mengikat. Tidak hanya
siswa yang menikmati free time, guru
pun tidak mau melewatkan kesempatan ini. Mereka berkumpul di salah satu kamar,
saling bertukarpikiran.
Saat sedang bercengkrama |
Saat sedang bercengkrama |
Di
sela-sela obrolan mereka, Ari memotong. Menceritakan kejadian semalam. Suasana
yang awalnya ramai berubah menjadi sepi, dan sebuah aura yang membuat bulu
kuduk merinding menyelimuti ruangan itu, siang hari seketika berubah menjadi
malam yang kelam.
“Untung
hari ini kita pulang ya,” ucap guru lain merasa bersyukur.
“Iya,
kalau masih nginep malem ini mah saya gak bakal bisa tidur. Bagaimana perasaan
Ms. Ari setelah melihat itu?” ujar guru lainnya menimpali.
“Gak
bisa digambarkan deh bagaimana perasaan saya waktu ngeliat itu.”
“Kalo
saya sih pasti langsung pingsan! Waktu listrik mati aja saya teriak-teriak
kayak orang kesurupan. Untung ada Ms. Ari. Kalo gak ad amah, gak tau deh gimana
saya,” ucap Mega.
***
Matahari
telah tinggi, sinarnya menyengat seluruh mahkluk hidup, ada yang merasa nyaman,
namun ada pula yang merasa terganggu. Yang merasa terganggu akan segera
berteduh, di dalam rumah, di bawah pohon rindang ataupun berlindung di bawah payung.
Ya, tentu saja seperti itu, karena waktu telah menunjukan pukul 12.00 WIB.
Seluruh peserta berkemas untuk pulang.
Ari dan Beberapa Siswa |
Ari
dan Mega merapihkan barang-barang mereka. Mereka tampak sangat bersemangat
untuk pulang. Setelah peristiwa semalam, mereka tak ingin berlama-lama berada
di tempat itu. Setelah berkemas, Ari menyempatkan diri untuk berfoto dengan
siswa, dan Mega tetap fokus pada khayalannya tentang rumah dan anak-anak yang
ia tinggal selama dua hari.
“Anakku,
mama akan pulang, ” gumam Mega menahan rindu yang tiba-tiba menguasai
perasaannya.
*selesai*