Industrialisasi
mengalami peningkatan pada skala perubahan hubungan antara budaya dengan
sosial. Hal tersebut diperluas dengan melihat perubahan dramatis mengenai
bagaimana manusia menjalankan hidupnya. Segala aspek mempengaruhi pola
perubahan, termasuk pada pola konsumtif. Masyarakat memiliki keinginan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai tuntutan waktu. Untuk memenuhi hasrat konsumtif
masyarakat, industri menyediakan pilihan-pilihan untuk dikonsumsi.
Perubahan pada
pola konsumtif masyarakat membentuk kebudayaan. Kebudayaan tersebut terikat
pada industri massal masyarakat dan globalisasinya. Partisipasi budaya juga
berperan dalam perubahan pola konsumtif, karena budaya menjadikannya lebih
bervariasi. Pola konsumtif yang dibentuk oleh industrialisasi membawa masyarakat
pada praktek-praktek komersial baru. Pola konsumtif berubah pada waktu yang
berbeda dan untuk orang yang berbeda pula. Dalam perubahannya, dengan revolusi
industri orang-orang mulai membeli barang di pasar dan mereka sebelumnya
memproduksi untuk mereka sendiri atau bahkan tidak melakukannya.
Sebelum
industrialisasi masyarakat menggunakan barang untuk mengekspresikan status
mereka (status yang mereka inginkan). Namun kini, masyarakat dipersatukan oleh
gaya yang berbeda mengenai konsumsi untuk mengekspresikan variasi hal-hal
mengenai diri mereka sendiri. Perubahan itu terjadi karena industrialisasi yang
selalu memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi bergantung
pada industri. Hal tersebut membuat industri berkembang, karena industri dituntut
oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan.
Munculnya
industrialisasi memancing tumbuhnya pendistribusian barang. Dengan adanya
revolusi industri, institusi sosial dari distribusi mengalami perubahan. Seperti
munculnya cara penjualan dan cara penyaluran barang yang baru. Keduanya
merefleksikan sebuah etika baru dalam melakukan konsumsi, dalam hal ini peran
iklan dimainkan untuk menembus masyarakat modern. Semua itu muncul dengan
tujuan untuk mempertahankan budaya konsumtif dari masyarakat modern. Seperti
pasar swalayan, secara keseluruhan para pemilik dan para pengelola terlihat
menciptakan “istana konsumsi” yang akan memedulikan dua hal, yaitu rasa dari
kaum borjuis dan mendefinisikan rasa tersebut dalam proses. Pasar swalayan
melakukan cara pendefinisian gaya mewah dalam kehidupan, mereka menciptakan
kebutuhan baru dan menyugesti bagaimana kebutuhan-kebutuhan tersebut dipuaskan.
Dengan sistem manajemen yang seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa pasar
swalayan merupakan bagian dari industrialisasi yang meninabobokan masyarakat
dalam perilaku konsumtif. Konsumsi menjadi sebuah cara dalam mengekspresikan
lebih dari status (status yang diinginkan), ini juga mengekspresikan perilaku
seseorang terhadap budaya dominan kaum borjuis. Berbagai cara digunakan untuk
memeriodisasikan pengembangan konsumsi, sampai melupakan sisi manusiawi.
Industrialisasi
mengalami peningkatan dalam jumlah dan variasi barang yang tersedia di pasar.
Inovasi pun banyak menawarkan kesempatan-kesempatan baru untuk konsumsi.
Inovasi-inovasi tersebut diharapkan mampu menarik orang untuk menginginkan
barang yang ditawarkan oleh pasar, salah satu bentuk inovasi tersebut adalah
iklan. Industrialisasi tidak dapat dipisahkan oleh periklanan. Kerena,
periklanan berkontribusi pada sebuah nilai yang mengalami pergeseran, seperti
pergeseran perilaku konsumtif. Periklanan adalah sebuah bagian yang dapat
menembus budaya modern. Bahkan ada beberapa penulis yang mengatakan bahwa,
periklanan sebagai alat promosi pada ketersediaan pilihan barang dan produk
yang lebih luas. Produsen kapitalis memanipulasi dan mengontrol masyarakat.
Selain itu, para produsen mengembangkan sebuah pemasaran gabungan yang meliputi
panjualan langsung dan promosi, dimana pelanggan menerima keuntungan materi
dalam pembelian produk. Secara aktual, periklanan menyediakan informasi untuk
membantu konsumen dalam membuat keputusan untuk melakukan pilihan. Banyak
pelanggan yang tidak terlindung dari serangan iklan. Masyarakat dibuat mudah
untuk tertarik oleh daya tarik fasis yang dimunculkan dalam periklanan yang
dimanipulasi. Terkadang, masyarakat sengaja menjadikan iklan sebagai alasan
utama untuk melakukan konsumsi. Sehingga, para pengikalan mampu merampas
nilai-nilai budaya, dan menggunakannya sebagai cara kapitalis untuk menjual barang.
Revolusi
konsumen secara khusus harus dipahami
sebagai signifikasi dari kelas dan gender. Secara keseluruhan, para produsen
bergantung untuk kehidupan mereka pada kemampuan masyarakat untuk membeli
barang-barang yang mereka produksi. Semenjak revolusi industri menjadi
aktivitas seseorang dalam setimga keluarga, para wanita tidak dipekerjakan di
luar rumah secara meningkat menemukan bahwa konsumsi menjadi hal yang definitif
sebagai kerja mereka. Dalam reproduksi keluarga, pekerjaan wanita menjadi lebih
melibatkan aktivitas konsumsi. Jika dilihat dari kacamata sosiologi mengenai
kelas dan gender, perubahan sejarah dari rumah tangga tradisional yang
tipikal-ideal menjadi konsumen tipikal-ideal yang memiliki keseragaman berubah
sangat lambat. Hal ini akan menyebabkan populasi menjadi seragam.
Beberapa pendapat
menyatakan bahwa perubahan budaya masyarakat memiliki percabangan yang lebih
luas untuk masyarakat dan cara individu menyatakan sebuah rasa yang mereka
miliki sendiri. Teknologi dan perubahan ekonomi manciptakan sebuah bentuk baru
dari budaya material, hal itu juga membuat perubahan yang bergerak dalam
konstitusi budaya yang dimiliki sendiri dan masyarakat. Dalam konteks ini
terlihat jelas bahwa sebuah lintasan bergerak ke arah kapitalisme.