Foto dengan Informan |
Program
keluarga berencana (KB) digulirkan sebagai Program Nasional pada 29 Juni 1970. Di
Indonesia, KB dicanangkan untuk mengatasi masalah kepadatan penduduk. Pemuka
agama dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) turut berpartisipasi dalam
penyelenggaraan program tersebut. Meski didukung banyak pihak, KB tidak
terlepas dari pro-kontra. Pasalnya, KB dianggap bertentangan dengan kepercayaan
masyarakat setempat. Selama ini masyarakat telah menganut kepercayaan ‘banyak
anak banyak rejeki’, sehingga untuk meluruhkan kepercayaan tersebut bukanlah
hal yang mudah, karena sebagian besar dari mereka menganggap kalimat itu bukan
sekedar jargon, melainkan sudah menjadi bagian dari budaya.
Program
ini diperkenalkan pada masyarakat dengan metode ‘dor to dor’ atau disebut juga
sebagai KB keliling. Satu kali dalam sebulan petugas KB menyambangi rumah
penduduk di berbagai wilayah, salah satunya kampung Ciwaru, Bayah Barat, Banten.
Metode sosialisasi yang digunakan pada masa orde baru cenderung represif. Warga
didatangi beberapa petugas KB untuk disuntik tanpa ada penjelasan sebelumnya,
jika menolak, mereka akan dipaksa. Bahkan, mereka tidak diberi pilihan untuk
menentukan KB jenis apa yang mereka inginkan. Pada masa itu, jarum suntik masih
dianggap sebagai benda yang menakutkan, terbukti ketika petugas KB datang
menghampiri, sebagian besar warga akan berlari ke pantai yang tidak jauh dari
pemukiman mereka untuk bersembunyi.
Posyandu Bayah Barat |
*Berdasarkan
hasil wawancara dengan beberapa warga kampung Ciwaru, Bayah Barat.