Seorang Anak dan Sebuah Pohon

Desember 30, 2014

Saya ingin bercerita tentang seorang anak. Anak yang dulu begitu dekat dengan saya. Anak ini baik dan pintar, tapi (menurut kabar yang saya dengar) kini dia menjadi pemurung dan sensitif. Karena saya dekat dengannya, dan nyaris setiap perkataan saya didengarkan olehnya, maka beberapa orang datang pada saya untuk bertanya tentang perubahan yang terjadi pada anak tersebut.

Anak itu, mengalami banyak masa sulit. Beban hidupnya seperti tak pernah habis. Tapi, entah kenapa saya merasa dia tak pernah belajar dari setiap kesulitan yang dihadapinya. Meski begitu, saya tetap bersedia mendengarkan keluhnya.
Sejak kecil ia diasuh oleh keluarga ibunya. Kenapa? Karena bapaknya sudah tiada, kakaknya pun sama, dan ibunya menikah lagi kemudian bekerja di luar kota. Ia baru benar-benar tinggal bersama ibunya saat remaja. Belum usai masa remaja, ibunya meninggal dunia karena sakit. Itulah saat terberat dalam hidupnya. Tak lama kemudian, ayah tirinya menyatakan ingin menikah lagi. Bagaimana ia bisa menerima ini? Kalau jadi dirinya, saya pun tak akan sanggup. Tapi, bukankah kehidupan harus tetap berjalan, walau tanpa orang-orang tercinta? Sampai saat ini, anak itu belum mati karena bunuh diri, pun ia tak pernah berpikir untuk melakukannya, itu artinya ia masih ingin hidup. Lantas, kenapa ia sangat terpuruk, merasa sendiri, menderita dan tak berdaya?

Ingin sekali mengatakan padanya...

Kita hanya perlu bertahan untuk terus hidup. Jika kita mampu, dengan sendirinya yang lain akan tumbuh di sekitar kita. Karena, pada dasarnya kita dihidupkan tidak untuk sendiri. Seperti sebuah pohon, kalau tidak bertahan dan tumbuh, tidak akan ada kehidupan baru yang mengelilinginya.

Tapi sayang, ia memilih menghilang dari kepedulian saya karena perasaannya. Dan, kepada setiap orang yang bertanya tentang kondisi anak itu, saya hanya menjawab tidak tahu.

Dokumentasi Pribadi
 
Design by Pocket