Makan singkong pagi ini membuatku ingat ketika aku mengantarkan istriku
ke acara yang dia ikut tampil di dalamnya. Ia membacakan narasi. Aku tak
tahu acara utamanya apa di tempat itu, sepertinya diskusi atau seminar
yang menemani launching jurnal terbaru dari Yayasan Bina Desa. Banyak
aktivis LSM yang kutemui di sana juga aktivis gerakan bahkan ada juga
Happy Salma. Hahaha..., tampaknya menarik sekali acara ini.
Di
sana aku membaca sebuah artikel gratis yang tergeletak di meja,
judulnya “Kenapa Tidak Gandum?” tampaknya menarik sebab di salah satu
adegan yang dipentaskan oleh kelompok yang istriku main di dalamnya
menceritakan tentang pertarungan gandum dan ganyong. Awalnya aku tidak
mengerti bagaimana mungkin ada makanan yang yang dipertarungkan dan itu
menyebabkan budaya dan perekonomian suatu negeri dapat terkena
dampaknya. Halah... terlalu jauh itu orang mengait-ngaitkan, begitu
pikirku.
Tapi setelah kubaca artikel itu tampaknya logis juga. Aku sharing aja ya di sini beberapa dampaknya:
1. Merusak neraca perdagangan Indonesia.
2. Ketergantungan pangan impor.
3. Merusak pasar pangan lokal yang dihasilkan petani kita sendiri.
4. Merusak pola konsumsi dan selera konsumen.
5. Menipu konsumen dengan iklan yang menyesatkan.
6. Menambah beban lingkungan.
Itu beberapa dampak yang disebutkan di artikel yang diterbitkan oleh Debt Watch Indonesia, KoAGE, ALIANSI, ParaGraph dan Loe Good. Untuk lebih jelasnya ya... googling ajalah. Oke.
Ada yang Lucu
Singkatnya, istriku dan kelompoknya selesai tampil. Cukup menarik perhatian peserta acara. Bagus menurutku bahkan aku sempat menitikkan airmata, ah betapa lemahnya aku. Hehehe... menjelang berakhirnya acara aku keluar sajalah. Keliling di gedung berlantai tujuh itu.
Toko ke toko dari lantai
satu aku sambangi jendelanya, jadilah aku seorang window shopper. Begitu
mewahnya barang yang dijual, bayangkan satu set sofa saja ada yang
berharga 90 juta. Waw. Itu yang biasa apalagi yang tidak biasa yah...,
kursi kantor pun ada yang 3 juta. Ini sih ngeledek gw, ujarku dalam
hati. Kenapa mesti di tempat seperti ini sih diadakannya acara yang.....
entahlah. Rupanya aku terjebak oleh batas simbol yang terdapat pada
nama penyelenggaranya, Yayasan Bina Desa. Aku terjebak pada kata ‘desa’.
Hahahaaa.... lantas aku coba berpikir positif, kan ada Happy Salma dan
aktivis terkenal jadi ya harus di tempat yang sesuai dong.
Cape
berkeliling aku ke ruang makan, hahaha... sudah tersedia kopi, teh dan
berbagai cemilan. Di sini yang lucu menurutku. Makanan kecil yang
tersedia itu semuanya berbahan dasar terigu yang notabenenya terbuat
dari gandum. Aku ya makan saja semua jenis makanannya hahaaa.... lha
wong enak kok, tapi ya itu lho kenapa mereka mesti meletakkan seruan
“Kenapa Tidak Gandum?” kalau toh makanan yang disediakan itu terbuat
dari gandum. Lucu sajalah menurutku. Setidaknya menurutku itu lucu.
Menurutku itu lucu setidaknya.
Oh ya, kembali lagi ke soal
singkong yang aku makan pagi ini. Tidak terlalu enak sih menurutku,
karena begitu empuk. Aku sukanya singkong yang tidak terlalu empuk agar
tidak menyelip-nyelip di sela gigiku yang longgar. Lantas apa
hubungannya dengan acara tadi. Gak ada mungkin. Heheheeee.....
*Ditulis oleh Mas Suami (Widhi M. Desangga)