Pendekatan Penelitian Sosial

April 24, 2015


Metodologi penelitian adalah bagian yang membuat ilmu sosial menjadi ilmiah. Lalu munculah sebuah pertanyaan “apakah yang peneliti lakukan ketika meneliti?, bagaimana mereka melakukan penelitian?”, pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan yang dapat dijawab secara sederhana. Perdebatan mengenai ilmu sosial disebabkan oleh definisi yang kaku mengenai ilmu. Pertanyaan lainpun  muncul, “apakah yang membuat sebuah penelitian ilmiah itu menjadi ilmiah?”.

Ada tiga pendekatan dalam penelitian sosial berdasarkan asumsi filosofis berbeda tentang tujuan ilmu pengetahuan dan sifat realita sosial. Ketiga pendekatan tersebut memiliki jawaban yang berbeda-beda atas pertanyaan dasar tentang penelitian. Namun, kebanyakan peneliti hanya menggunakan satu pendekatan saja, lalu mereka mengombinasikan elemen-elemen dari tiap pendekatan.

Para tokoh sosiologi klasikal berpendapat bahwa observasi di dunia sosial yang tepat dan sistematik, digabungkan dengan pemikiran yang teliti dan cermat dapat menghadirkan jenis pengetahuan yang baru dan bernilai mengenai hubungan manusia. Namun, beberapa orang lebih tertarik dan memilih ilmu alam dan mengikuti metodenya. Alasannya sederhana, kemegahan ilmu alam terletak pada metode ilmiahnya, maka ilmu sosial pun sebaiknya mengadaptasi pendekatan yang sama. Sebagian peneliti menerima alasan tersebut, tapi hal ini masih memiliki banyak hambatan. Pertama, pengertian ilmu masih dalam perdebatan, bahkan dalam konteks ilmu alam. Kedua, banyak ahli mengatakan bahwa manusia sangatlah berbeda dari objek yang diteliti dalam ilmu alam. Itu berarti, bahwa dibutuhkan ilmu khusus untuk mempelajari kehidupan sosial masyarakat.

Pendekatan-pendekatan ini serupa dengan program penelitian, tradisi penelitian dan paradigma ilmiah. Pada umumnya, sebuah paradigama ilmiah merupakan keseluruhan sistem berpikir yang menyangkut asumsi dasar, pertanyaan yang penting dijawab, teknik penelitian yang digunakan, dan contoh bentuk penelitian ilmiah. Tiga pendekatan penelitian sosial tersebut, yaitu:

1.      Pendekatan Positifisme

Positifisme melihat ilmu sosial sebagai metode yang terorganisir untuk menggabungkan logika deduktif dengan observasi empiris yang tepat mengenai perilaku individu untuk menemukan dan meyakinkan sebuah hukum sebab-akibat yang dapat digunakan untuk memprediksi pola umum aktivitas manusia.

Positifisme mengemukaan tujuan utama penelitian sebagai penjelasan ilmiah untuk menemukan dan mendokumentasikan hukum universal perilaku manusia. Ilmuan terlibat dalam pencarian pengetahuan yang tanpa akhir. Tuhan lah yang memiliki pengetahuan, dan manusia ditugaskan untuk menggalinya dan menemukannya.

Positifis memiliki karakteristik dalam pandangannya, yaitu kenyataan itu nyata, kenyataan itu ada “di luar sana” dan menunggu ditemukan. Kenyataan itu bukan sesuatu yang acak, hal itu telah terpola dan memiliki aturannya sendiri. Tanpa asumsi ini logika dan prediksi tidak mungkin ada.

Dalam positifisme, manusia diasumsikan sebagai seseorang yang tertarik pada diri sendiri, pencari kesenangan, individu yang rasional. Positifis mengatakan bahwa perilaku manusia atau institusi sosial tidak terjadi hanya kerena kemauan orang-orang. Kejadian pada manusia dapat dijelaskan menggunakan referensi hukum kausalitas, yang menjabarkan sebab-akibat.

Positifis melihat korelasi antara ilmu dan akal sehat sebagai berikut, ilmu meminjam ide dari akal sehat, tetepi ilmu menggantikan bagian akal sehat yang lemah, tidak konsisten secara logis, tidak sistematis, dan bias.

Penjelasan positifis tentang yang terdapat dalam realitas sosial, bahwa hukum kausalitas umumnya diaplikasikan untuk mewadahi observasi mengenai kehidupan sosial. Positifis yakin bahwa pada akhirnya hukum dan teori ilmu sosial tidak akan diekspresikan dalam sistem simbolik formal, yaitu dengan aksioma, akibat, postulat, dan teorema.

Positifis menganggap, seseorang dapat mengenali kebenaran dan membedakannya dari kekeliruan dengan menyediakan alasan dan setelah mengalami perjalanan yang panjang, kondisi manusia dapat diperbaiki melelui penggunaan alasan dan penempatan kebenaran. Untuk dipertimbangkan secara serius, harus berpegang pada dua kondisi. Pertama, tidak bertentangan secara logika. Kedua, harus konsisten dengan fakta yang diamati.

Pendekatan positfis meyakinkan bahwa pengetahuan faktual tidak didapat hanya dari observasi dan pemikiran satu orang saja. Ilmu yang membebaskan penelitian merupakan ilmu yang objektif. Singkatnya, peneliti positifis menunjukan bahwa sang peneliti memulai penelitian dengan hubungan sebab-akibat umum yang ia ambil dari hukum kausalitas dalam teori umum.

Pertama-tama peneliti akan membuat hipotesis dari teori umum. Teori dapat berbentuk pertanyaan biasa atau berupa prediksi. Kemudian peneliti akan mengumpulkan data statistik atau langsung mengadakan sebuah survei untuk mengukur dengan tepat faktor-faktor yang diidentifikasi oleh teori. Akhirnya, peneliti menggunakan statistika untuk menguji prediksinya.

2.      Pendekatan Interpretatif

Pendekatan interpretatif merupakan pondasi dari teknik penelitian sosial yang sensitif terhadap konteks. Pendekatan ini menggunakan metode bervariasi dalam mengetahui bagaimana orang lain melihat dunia. Selain itu, pendekatan ini lebih cenderung ditujukan untuk mendapatkan pemahaman yang jelas.

Laporan penelitian interpretatif akan lebih mirip novel atau biografi dari pada laporan ilmiah pada umumnya. Laporan ini kaya akan deskripsi yang detail tetapi memiliki abstrak yang terbatas. Melalui teori interpretatif, pembaca dapat merasakan apa yang benar-benar terjadi dalam komunitas sosial lain dengan pengungkapan makna, nilai, skema interpretatif, serta peraturan kehidupan yang digunakan oleh manusia. Dengan demikian teori interpretatif menyerupai sebuah peta yang menggarisbesarkan dunia sosial.

Realita sosial tidak menunggu untuk ditemukan, kehidupan sosial itu fleksibel dan rapuh. Pendekatan interpretatif percaya bahwa kehidupan sosial berdasarkan pada interaksi sosial dan sistem pengartian yang telah dikonstruksi. Menurut interpretatif, suatu teori dapat dikatakan benar atau sah apabila teori tersebut berkaitan dengan apa yang sedang diteliti. Teori dan deskripsi dapat dikatakan akurat apabila peneliti mampu menyampaikan pemahaman yang mendalam tentang cara orang lain memberikan alasan, merasakan, dan melihat sesuatu.

Aksi manusia memiliki arti tertentu dalam penelitian interpretatif. Orang-orang yang memiliki sistem pengartian yang sama membuat mereka mengartikan satu tindakan sebagai simbol atau aksi sosial yang relevan. Pencipta arti dan pemahaman realitas hanyalah apa yang orang-orang pikirkan, dan tidak ada pengartian yang lebih atau paling baik dari yang lainnya.

Pendekatan interpretatif mengatakan bahwa akal sehat adalah sumber vital informasi untuk memahami orang lain. Akal sehat seseorang dan perasaannya terhadap realitas disatukan dari orientasi pragmatik dan asumsi terhadap dunia.

Ilmu interpretasi sosial melihat fakta sebagai cairan yang berkeliling di dalam suatu sistem makna dalam pendekatan interpretatif. Dengan kata lain, fakta bersifat tidak berat sebelah, objektif, dan netral. Peneliti interpretatif berargumen bahwa peneliti harus bercermin, meninjau ulang, dan menganalisa sudut pandang serta perasaan-perasaan tiap individu sebagai bagian dari proses meneliti orang lain. Peneliti interpretatif tidak mencoba terbebas dari nilai apapun.

Peneliti akan mengadakan wawancara langsung, mengamati dan mempelajari masalah yang mendasari segalanya. Peneliti memasukan hasil wawancara ke dalam konteks masalah. Setelah itu peneliti akan mendeskripsikan hasil temuannya dalam bentuk laporan yang dapat dibaca orang lain.

3.      Pendekatan Kritikal

Tujuan dari penelitian kritikal adalah untuk mengubah dunia. Para peneliti mengadakan penelitian untuk mengkritik dan mengubah hubungan-hubungan sosial. Orientasinya adalah aksi. Peneliti kritikal dengan sengaja memunculkan dan mengidentifikasi masalah. Penelitian kritikal dapat diartikan sebagai konteks pemberdayaan individu. Pencarian yang mengaspirasikan suara kritikal harus berkaitan dengan upaya melawan ketidakadilan yang terjadi di lingkungan atau lapisan sosial tertentu. Penelitian menjadi upaya perubahan yang tidak malu dilabeli istilah “politik” dan tidak takut untuk dihungkan oleh kesadaran emansipasi.

Pendekatan kritikal mengasumsikan bahwa realita sosial selalu berubah dan perubahan itu berdasarkan tekanan, konflik, atau terutama paradoks atau konflik yang ada ditiap organisasi. Paradoks atau konflik internal semacam itulah yang dapat mengungkapkan karakter nyata dari realita sosial.

Pendekatan kritikal berargumen bahwa realita sosial memiliki lapisan ganda. Di balik bagian yang dapat diamati, terdapat struktur dan mekanisme yang lebih dalam dan tak teramati. Kejadian dan hubungan sosial yang muncul pasti memiliki struktur atau makna mendalam lain yang mendasari.

Pendekatan kritikal beranggapan bahwa semua orang memiliki potensi yang tak tersadari. Sifat manusia adalah kreatif, dapat berubah, dan dapat beradaptasi. Manusia mampu menggali potensi mereka, mau menghalau ilusi mereka dan bergabung dengan manusia lainnya untuk menciptakan perubahan.

Posisi pendekatan kritikal dalam pikiran sehat didasari oleh ide kesadaran palsu. Yaitu, di mana orang-orang telah melakukan kesalahan dan bertindak melawan kata hatinya yang sebenarnya sudah tertuang dalam realita yang objektif. Realita yang objektif itu berada di antara mitos dan khayalan.

Pendektan kritikal meggunakan praxis untuk memisahkan teori yang baik dengan teori yang buruk. Pendekatan ini mengaplikasikan teori dalam praktek dan menggunakan hasil pengaplikasian untuk memformulasi ulang teori. Peneliti harus berusaha untuk mengurangi jarak (kedekatan) antara peneliti dan mereka yang sedang diteliti. Pendekatan kritikal mencoba menjembatani masalah objek dan subjek tersebut. Pendekatan kritikal berpendapat bahwa di dalam fakta terdapat kemerdekaan bagi tiap sbujek untuk berpersepsi, tapi fakta tidaklah netral terhadap teori. Fakta justru membutuhkan tafsiran dari kerangkan nilai, teori, dan makna.

Pendekatan kritikal sering diadopsi oleh peneliti, kelompok komunitas aksi, organisasi politik, dan pergerakan sosial. Peneliti yang menggunakan pendekatan ini dapat menggunakan metode historis-komparatif. Hal ini disebabkan oleh penekanannya pada perubahan dan karena metode ini dapat membantu peneliti untuk menemukan struktur yang mendasarinya. Para peneliti yang bergelut dengan metode ini berbeda dari peneliti lainnya. Perbedaannya ada pada teknik penulisan yang mereka gunakan, cara mereka memecahkan permasalahan penelitian, jenis pertanyaan yang mereka gunakan, cara mereka memecahkan permasalahan penelitian, jenis pertanyaan yang meraka tanyakan, dan tujuan mereka melakukan penelitian.

Penelitian ini dengan melihat keadaan sosial yang lebih luas dan juga konteks sejarahnya. Peneliti akan melihat faktor-faktor suatu permasalahan. Lalu peneliti akan melihatnya dari sudut pandang moral. Dokumentasi menjadi bukti-bukti bagi peneliti. Kemudian menguji informasi statistik. Selain itu, secara personal peneliti juga akan menguji situasi kehidupan yang ada (survei). Begitu menemukan bukti peneliti akan mengumumkan penemuannya pada masyarakat umum. Semua itu dilakukan agar keadaan sebenarnya dapat terungkap dan mampu mengubah keadaan.
 
Design by Pocket