Oleh: Cecilia Pujianti*
Sebelum
saya membahas tentang masyarakat perkotaan, saya akan menjelaskan tentang
pengertian kota dan masyarakat. Max Weber melihat suatu tempat disebut kota
apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagaian besar kebutuhan
ekonominya di pasar lokal. Ciri-cirinya adalah mempunyai pasar, juga mempunyai
hukum dan lain-lain tersendiri dan bersifat kosmopolitan. Berbeda dengan Cristaller
yang menilai kota berdasarkan fungsinya sebagai penyediaan jasa-jasa bagi lingkungannya.
Sebagaimana tempat ini bisa berguna sebagai penyediaan barang dan jasa-jasanya
untuk tempat-tempat di sekitarnya.
Wirth
mengatakan kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni
oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya, sehingga hubungan
sosialnya menjadi longgar acuh dan tidak pribadi. Sedangkan menurut Harris dan
Ullman kota merupakan pusat pemukiman dan manusia yang memanfaatkan sumber daya
alam (SDA). Manusia yang tidak peduli terhadap alam menyebabkan SDA rusak dan
semakin cepat habis karena orang-orang yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Harris dan Ullman memikirkan bagaimana cara membangun kota di masa depan agar
keuntungan dari konsentrasii pemukiman tidak mendatangkan kerugian atau paling
tidaknya diperkecil. Sedangkan arti masyarakat menurut R.Linton adalah setiap
kelompok manusia yang cukup lama dan hidup bekerjasama. M.J. Herskovits
mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganinsasikan dan
mengikuti satu cara hidup tertentu.
Dalam
pengertian tentang kota dan masyarakat di atas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat perkotaan adalah sekumpulan manusia dalam jumlah besar yang
berinteraksi dalam sebuah daerah yang besar di mana ada struktur di dalamnya
berupa pemerintahan. Di sana juga terdapat interaksi antara pemimpin dan masyarakat
yaitu dengan pemerintah yang membuat peraturan-peraturan untuk rakyatnya
sebagai pembatas kegiatan seseorang. Ini dilakukan agar orang-orang bisa
bersikap sesuai peraturan, tidak bertindak seinginnya, dan kota bisa menjadi
tempat yang aman dan juga tentram.
Masyarakat
kota bisa juga dikatakan sekumpulan orang yang hidup di suatu tempat yang sudah
modern atau lebih maju dan mudah untuk mendapatkan suatu hal yang
dicita-citakan dikarenakan faktor teknologi yang sudah canggih dalam
penggunaanya atau karena pemikiran di kota sudah lebih maju. Masyarakat kota
biasa menganggap dirinya lebih maju dari yang lain, mereka biasa menginginkan
persaingan agar menunjukan siapa yang lebih hebat di antara mereka. Hal ini
mengakibatkan masyarakat kota ini lebih cenderung individualis, dengan tingkat
pemikirannya yang tinggi, pergaulan dan pekerjaan yang lebih bervariatif.
Perkembangan
masyarakat desa menjadi masyarakat kota bisa terjadi karena adanya sektor
perindustrian di daerah tersebut, yang mengakibatkan kemajuan-kemajuan di
daerah tersebut, masyarakat yang dulunya hidup bergotong-royong kemudian
berganti dengan sistem kontrak kerja. Bertambahnya masyarakat kota bias juga
diakibatkan karena urbanisasi. Perpindahan penduduk dari desa ke kota
diakibatkan karena sempitnya lapangan pekerjaan, kurangnya fasilitas
pendidikan, keinginan untuk memperbaiki keuangan mereka, dan mereka sudah bosan
dengan kehidupan tradisional yang mengikat mereka.
Umumnya
karakteristik masyarakat perkotaan dilihat berdasarkan pakaian, makanan, dan
rumah yang ditempatinya. Namun, masyarakat perkotaan juga dapat dilihat
berdasarkan kebutuhan hidupnya. Biasanya mereka membutuhkan barang-barang yang
mewah karena sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Tidak hanya barang, untuk
makanan pun mereka memiliki selera yang tinggi.
Lebih
jauh lagi, masyarakat perkotaan tidak perduli dengan agama, atau bisa di bilang
uang atau pekerjaan adalah nomor satu, sedangkan Tuhan adalah nomor dua. Beribadah
hanya sebuah formalitas, lepas dari itu mereka lebih serius berkecimpung dalam hal-hal
duniawi, seperti ekonomi atau perdagangan. Yang kedua yaitu perubahan sosial di
antara masyarakat kota bisa dengan jelas terlihat. Mereka gampang terpengaruh
oleh dunia luar yang mengakibatkan pertikaian antara golongan tua dan muda, di mana
golongan muda yang lebih sering mengikuti pola-pola baru dalam kehidupannya,
sedangkan golongan tua tidak mampu menyesuaikannya.
Yang
ketiga adalah masyarakat kota merasa bahwa mereka sudah hebat tanpa orang lain,
sehingga mereka tidak membutuhkan orang lain, dan mereka bisa mengerjakan semua
hal sendiri. Mereka menganggap orang yang membantu kita hanya menyusahkan kita
saja. Yang keempat adalah biasanya orang-orang kota ini lebih suka bergaul
dengan golongan sesamanya. Misalnya seorang direktur lebih suka bergaul dengan
direktur-direktur lain dikarenakan lebih nyambung dalam obrolannya. Begitupula
dengan seorang mahasiswa, mereka pasti lebih nyaman untuk ngobrol dengan teman sesamanya
yang mahasiswa,
Yang
kelima adalah pekerjaan di kota apalagi di kantor sangat sulit didapat oleh
mereka yang kemampuannya minim, mereka membutuhkan orang-orang yang mempunyai
kemampuan expert. Tapi biasanya
mereka mengambil orang-orang ini dan membayarnya dengan gaji yang minim, karena
mereka menginginkan untung besar dengan modal yang minim. Biasanya mereka
mengambil pegawai yang merupakan lulusan dari universitas-universitas yang tidak
bergengsi.
Keenam,
jalan pikiran rasional yang dianut masyarakat perkotaan menyebabkan bahwa
interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan
daripada faktor pribadi. Tidak sedikit masyarakat yang berasumsi bahwa dengan
tinggal di kota tingkat perekonomian seseorang pasti meningkat, memiliki karir
yang sukses, rumah yang besar, menggunakan barang-barang branded dan sebagainya. Padahal, hal itu tidak sepenuhnya benar,
buktinya di sekeliling kita masih banyak tukang sapu jalan, tukang becak,
pemulung dan pengemis. Selain itu, di wilayah perkotaan juga “ditumbuhi” rumah-rumah
kumuh.
Interaksi
masyarakat kota dengan masyarakat pedesaan pun berbeda, masyarakat perdesaan
biasanya lebih ramah daripada masyarakat kota. Mereka suka bergotong-royong,
mereka peduli terhadap sekitar berbeda dengan masyarakat kota yang
individualis, mementingkan diri sendiri, dan bersikap acuh tak acuh. Masyarakat
pedesaan juga tentunya sangat mementingkan sopan santun. Jumlah masyarakatnya
juga sangat terlihat, karena biasanya masyarakat perkotaan pasti jumlahnya
lebih besar daripada masyarakat desa. Masyarakat di kota sangat padat, ditambah
bangunan-bangunan yang dibangun illegal juga transportasi yang sangat banyak
dan menyebabkan polusi dimana-mana sehingga menyebabkan kehidupan di kota
tersebut bertambah sesak.
Biasa
orang-orang yang melakukan urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke
kota untuk mengadu nasib. Sehingga tidak kita pungkiri bahwa persaingan dalam
pekerjaanpun menjadi sangat tinggi. Mereka yang mempunyai pendidikan yang
tinggi akan lebih mudah mendapat pekerjaan daripada orang yang mempunyai
pendidikan yang rendah. Biasa nya orang yang mempunyai pendidikan yang
tinggi menganggap rendah orang lain
karena merasa dirinya sudah sangat dibutuhkan orang-orang, sehingga mungkin
saja mereka memandang rendah bosnya dan bersikap seinginnya. Untuk orang yang
berpendidikan rendah lebih sulit untuk mendapat pekerjaan karena tingginya
standar minimum pendidikan dalam pekerjaan saat ini. Sekarang lulusan s1 saja
bisa menjadi OB, bagaimana dengan yang pendidikannya hanya SMA, SMP, dan bahkan
SD. Dalam bersaing di kota saat ini adalah kita harus mempunyai tekad yang
tinggi untuk sukses, pantang menyerah, dan tentunya kita harus memperbanyak
teman.
Masyarakat
kota yang biasa dilihat suka berfoya-foya dalah kebutuhannya, mereka biasa
bersaing dalam mempunyai barang-barang yang bagus atau branded. Ditambah dengan
kehidupan sekarang yang dipenuhi oleh teknologi-teknologi canggih dan modern
seperti handphone, gadget, mobil mewah. Sebenarnya bisa membuat diri mereka
menjadi ketergantungan. Mereka juga melakukan apapun untuk mendapatkan barang
yang mereka ingin atau dambakan. Ada yang sampai melakukan operasi plastik
karena ingin tampil cantik. Mereka merubah bentuk tubuh yang Tuhan sudah
rancang dengan sempurnanya menjadi bentuk yang mereka ingin. Remaja sekarang
juga sekarang lebih mementingkan popularitas di sekolahnya, mereka biasa
menunjukan kekayaan mereka untuk mendapatkan popularitas tersebut. Seharusnya
sebagai penerus bangsa kita harus belajar dan berprestasi agar kita bisa
meneruskan bangsa ini. Hal yang harus kita ingat adalah, diluar sana masih
banyak orang-orang yang tidak mampu, hendaknya kita untuk tidak
menghambur-hamburkan uang saat ini.
Masyarakat
kota sudah tidak mempercayai hal-hal mistis lagi. Di pedesaan masyarakatnya lebih
bersikap homogen yaitu persamaan antara ciri-ciri social dan psikologis, bahasa,
adat-istiadat, dan perilaku terlihat jelas pada masyarakat perdesa bila
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Sedangkan di kota penduduknya
heterogen, terdiri dari orang-orang dengan macam-macam perilaku, dan juga
bahasa. Kalau di desa pasti susah untuk menemkan fasilitas-fasilitas yang
terdapat di Jakarta seperti rumah sakit, kantor polisi, kantor pos, mall, dan
pasar modern.
Masyarakat
kota sangat bergantung pada masyarakat desa, sebenernya mereka keduanya
mempunyai hubungan yang sangat erat antara satu sama lain. Misalnya dalam
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat perkotaan, mereka biasa membeli bahan
pokok tersebut di supermarket, pasar, Padahal bahan-bahan pokok yang dijual di
pasar atau supermarket tersebut pasti berasal dari masyarakat desa pada umumnya
karena salah satu mata pencaharian mereka yaitu bertani dan berkebun. Begitu juga
dengan masyarakat perkotaan yang biasa membutuhkan buruh bangunan,
proyek-proyek pembangunan, dan juga pembantu. Biasa untuk buruh bangunan atau
proyek-proyek pembangunan bekerjanya musiman, kalau belum panen maka masyarakat
desa tersebut bekerja kepada masyarakat kota ini. Sedangkan pembantu tidak
secara musiman.
Banyak
juga masyarakat dari kota berpindah ke desa untuk mencari ketenangan, seperti
contohnya Bhikkhu atau Bhikkhuni. Hal ini sangat jarang terjadi oleh masyarakat
kota lainnya, dikarenakan karena mereka yang apalagi sudah mempunyai perkerjaan
yang tetap di Jakarta dan mempunyai gaji yang tinggi. Biasanya masyarakat kota
yang pergi ke desa untuk berlibur, sekedar untuk menghilangkan stress setelah
lamanya mereka stress akan kehidupan perkotaan yang begitu sangat padat.
Begitupula banyak masyarakat dari desa pindah ke kota untuk mengadu nasib, dan
jika mereka tidak berhasil mereka pindah ke tempat lain untuk mencari
keberuntungan mereka, kembali ke daerah mereka semula, atau menetap di daerah
tersebut karena sudah lelah, pasrah, ataupun sudah tua. Hal ini yang
mengakibatkan di kolong jembatan atau pinggiran kota banyak orang tidak mampu.
Kesimpulan
yang saya ambil adalah masyarakat perkotaan dengan masyarakat perdesaan sangat
berbeda, dilihat dari ciri-ciri masyarakatnya sendiri. Kita tidak bisa
mengatakan bahwa masyarakat kota terdiri dari orang-orang yang semuanya sukses,
buktinya masih bisa kita lihat bahwa di samping kota kita tersebut masih ada
orang-orang pinggiran yang belum mencapai hal yang mereka inginkan sebenarnya,
mereka masih berjuang untuk mencapai tingkat yang mereka ingin tentunya.
Masyarakat perkotaan dan masyarakat desa sebenarnya tidak jauh berbeda, mereka
masih saling membutuhkan satu sama lainnya, mereka sama-sama berjuang intinya
untuk memenuhi kebutuhan mereka dan mencapai goal yang mereka ingin capai.
*Siswa
SMA Mutiara Bangsa 2