Oleh:
Febriani*
Multikultural
terdapat dua kata, yaitu “multi” yang artinya banyak atau beragam dan “kultural”
artinya budaya atau kebudayaan. Pada hakekatnya masyarakat multikultural ialah suatu
masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam elemen, seperti: suku, ras, bangsa,
dan adat istiadat. Salah satu contoh negara multikultural, yakni Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya, sehingga
masyarakat Indonesia masuk dalam kategori masyarakat multikultural.
Masyarakat
multikultural ini mempunyai beberapa ciri, diantaranya: memiliki struktur budaya
yang lebih dari satu, terjadinya segmentasi, arti segmentasi disini adalah
masyarakat yang terbentuk dari beragam ras, suku, bangsa dan lainnya tetapi
masih memiliki pemisah. Pemisah ini diartikan primordial, memiliki stuktur sosial
yang bersifat nonkomplementer, maksudnya ialah lembaga yang mengalami kesulitan
dalam mengatur masyarakatnya. Intergrasi karna faktor paksaan. Jadi, masyarakat
multikultural menganut multikulturalisme. Yang artinya paham yang beranggapan
bahwa berbagai kebudayaan yang beragam atau berbeda memiliki kedudukan yang
sama.
Ada
beberapa faktor pendorong terbentuknya multikulturalisme, diantaranya: Faktor
geografis, faktor ini terbentuk dari tipe-tipe budaya kepulauan lalu berkembang
menjadi sub-etnis. Kondisi geografis setiap daerah berbeda, mengakibatkan perbedaan
dalam masyarakat (multikultural). Faktor pengaruh budaya asing, masyarakat
Indonesia telah mengetahui budaya-budaya asing. Karna sekarang jaman
globalisasi yang mengakibatkan mudahnya budaya asing masuk dalam suatu wilayah,
misalnya: di Indonesia dengan mudah budaya asing masuk, seperti pengunaan
pakaian. Sekarang pakaian anak remaja cenderung terbuka berbeda dengan jaman
dahulu, yang mengharuskan wanita untuk berpakaian kebaya atau tertutup. Faktor
iklim yang berbeda, suatu faktor iklim sangat mempengaruhi perbedaan mata
pencarian dalam kebutuhan hidup di suatu wilayah ataupun daerah.
Lima
jenis multikulturalisme, yakni: Pertama, multikulturalisme isolasionis, mengacu
pada masyarakat yang menjalakan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi.
Multikulturalisme akomodatif, masyarakat dalam kategori ini adalah masyarakat
yang dominan secara kultur. sehingga menetapkan undang-undang, hukum, dan
ketentuan-ketentuan yang sensitive secara kultural. Multikulturalisme otonomis,
masyarakat ini merasa memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan. Sehingga
menentang kelompok dominan. Multikulturalisme interaktif (kritikal), masyarakat
ini tidak terlalu terfokus dengan kehidupan cultural otonom, tetapi lebih
membentuk penciptaan yang kolektif. Dan yang terakhir adalah Multikulturalisme cosmopolitan,
diartikan menghapus data-data cultural agar individu atau kelompok tidak lagi
terikat dengan kultural tertentu.
Multikulturalisme
di Indonesia, masyarakat di Indonesia tingkat keanekaragaman budayanya yang kompleks.
Masyarakat Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangatlah banyak, karena
Indonesia mempunyai ribuan pulau yang kaya dengan tradisi dan budayanya. Masyarakat
yang memiliki keanekaragaman di suatu wilayah ini yang di sebut Multikultural.
Masyarakat
multikultural berbeda dengan masyarakat majemuk, tetapi banyak orang yang salah
mengartikan tersebut. Ada beberapa sumber yang mengatakan masyarakat majemuk
itu sama dengan masyarakat multikultural. Walaupun sekilas arti masyarakat
majemuk dan masyarakat multicultural sama, tetapi keduanya mempunyai beberapa
perbedaan, seperti: masyarakat multikultural memiliki kesatuan dan berbeda.
Sedangkan masyarakat majemuk itu berbeda, dominasi (kekuasaan), hegomoni
(penguasa), dan kontesasi (persaingan).
Masyarakat
multikulural ini dapat terhambat karena adanya hubungan mayoritas-minoritas.
Mayoritas-minoritas memiliki konsep yang selalu dihubungkan dengan agama, etnik
(suku bangsa), ras dan golongan. Mayoritas ini dikenal dengan kelompok yang
memiliki kekuasaan dalam suatu wilayah. Biasanya kelompok mayoritas lebih aktif
dalam kegiatan politik. Kekuasaan ini digunakan untuk “memerinah” dan
“mengurus” masyarakat yang selalu dihubungkan dengan konsep superioritas dan
inferioritas, antara dominan dan submitif, antara in-group dan out-group.
Kelompok
mayoritas merasa kedudukan atau derajatnya jauh lebih tinggi daripada kelompok
minoritas dan merasa harus dihormati. Ini disebabkan mayoritas dalam
stratifikasi selalu lebih tinggi daripada kelompok minoritas. Mayoritas juga
memiliki perilaku yang tidak baik. Karena berusaha menyingkirkan kelompok
minoritas. Apabila kita dikelompok mayoritas, seiring waktu berjalan kita dapat
kehilangan jati diri atau latar belakang diri kita sendiri, karena kita
terpengaruh dan terbawa dari budaya dominan (mayoritas) yang membatasi
kemampuan kita untuk belajar, memahami, dan menerima orang lain. Kelompok
mayoritas cenderung memiliki rasa curiga dan rasa takut.
Salah
satu contoh kelompok mayoritas adalah pemerintah. Memang secara jumlah, pemerintah
kalah jumlah dengan rakyat. Tetapi dalam konteks ini, pemerintah menjadi
mayoritas karena memiliki status dan peran yang berkuasa yang dapat memerintah
rakyatnya. Kondisi ini membuat rakyat menjadi minoritas karena harus mengikuti
aturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Membuat ini terlihat lebih jelas
bahwa kelompok dominan memiliki status sosial yang lebih tinggi. Pemerintah
(kelompok dominan) mempunyai dampak negatif seperti menyingkirkan sesama
anggota pemerintahan yang tak dapat diajak kerjasama dalam melakukan sesuatu
yang negatif.
Kelompok
minoritas, kelompok ini memliki susunan anggota yang memiliki karateristik yang
sama. Biasanya karakteristik ini berupa kesamaan fisik dan budaya. Kelompok
minoritas tidak memiliki kekuasaan dan tidak berpengaruh dalam masyarakat,
distereotipkan dengan yang negatif, dan menunjukkan diferensiasi yang berbeda.
Serta tidak diprioritaskan dan dianggap “anak tiri”. Minoritas adalah kelompok
yang tertindas dan kurang beruntung, karena tindakan yang tidak adil dilakukan
oleh mayoritas. Biasanya kelompok minoritas tidak memiliki kebebasaan dalam
memilih pasangan hidup. Minoritas pun sadar bahwa mereka tersubordinasi.
Kelompok minoritas juga merasa tertekan dan terkekang oleh kelompok mayoritas
(dominan) yang berkuasa dan memaksa.
Salah
satu contoh kelompok minoritas yaitu masyarakat Tiong Hua (chinese) yang menjadi kelompok minoritas dan masyarakat pribumi (non-chinese) ini menjadi kelompok
mayoritas yang ada di Indonesia. Masyarakat Tiong Hua selalu dikucilkan karena
penilaian yang telah melekat dari dulu (era Suharto / order lama). Setelah
perkembangan jaman, masyarakat Tiong Hua tetap saja dianggap anak tiri dan
diperlakukan tidak adil oleh kelompok dominan.
Masyarakat
multikultural ini berhubungan dengan masyarakat madani. Ada beberapa pengertian
masyarakat madani, seperti: Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang
menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan
teknologi yang beradab, iman dan ilmu. Menurut Syamsudin Haris, masyarakat madani adalah suatu
lingkup interaksi sosial yang berada di luar pengaruh negara dan model yang
tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab seperti keluarga, asosiasi
sukarela, gerakan kemasyarakatan dan berbagai bentuk lingkungan komunikasi
antar warga masyarakat. Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah
masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi
Muhammad SAW di Madinah, sebagai masyarakat kota atau masyarakat berperadaban
dengan ciri antara lain : egaliteran (kesederajatan), menghargai prestasi,
keterbukaan, toleransi dan musyawarah.
Menurut
Ernest Gellner, Civil
Society atau Masyarakat Madani merujuk pada masyarakat yang terdiri atas
berbagai institusi non pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk dapat
mengimbangi Negara. Menurut Cohen dan Arato, Civil Society atau Masyarakat
Madani adalah suatu wilayah interaksi sosial diantara wilayah ekonomi,
politik dan Negara yang didalamnya mencakup semua kelompok-kelompok sosial yang
bekerjasama membangun ikatan-ikatan sosial diluar lembaga resmi, menggalang
solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama (public good).
Menurut
Muhammad AS Hikam, Civil
Society atau Masyarakat Madani adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial
yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary),
keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporing), dan kemandirian
yang tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma dan
nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Menurut M.
Ryaas Rasyid, Civil
Society atau Masyarakat Madani adalah suatu gagasan masyarakat yang
mandiri yang dikonsepsikan sebagai jaringan-jaringan yang produktif dari
kelompok-kelompok sosial yang mandiri, perkumpulan-perkumpulan, serta
lembaga-lembaga yang saling berhadapan dengan negara.
Kesimpulan
yang dapat saya ambil ialah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai, norma dan
hukum yang menjadi suatu patokan dari kelompok tersebut. Biasanya kelompok
madani ini kelompok yang merujuk pada masyarakat Islam. Serta kelompok madani
ini tidak terkait pada pemerintahan.
Masyarakat
madani memiliki beberapa ciri, diantaranya: menjunjung nilai, norma dan hukum
yang berlaku dalam masyarakat, mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap hukum,
nilai dan norma, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), mengedepankan
kesederajatan dan transparasi, adanya ruang lingkup yang bebas, serta adanya
demokratisasi, toleransi, pluralisme, keadilan social, partisipasi social, dan
supermasi hukum.
Indonesia
adalah Negara yang ‘belum’ dapat membuat masyarakatnya yang madani. Karena
Indonesia memiliki beberapa kendala dalam mewujudkan masyarakat yang madani.
Ada beberapa contoh kendala belum terwujudnya masyarakat madani di Indonesia:
Kualitas sumber daya manusia yang belum memadai karena pendidikan Indonesia
yang belum maju dan merata, rendahnya tingkat pengetahuan dalam beberapa
bidang, contohnya: bidang politik dan IPTEK. Kondisi ekonomi yang belum membaik
pasca krisis moneter pada tahun 1998. Kondisi sosial politik yang belum putih
pasca reformasi. Tingginya angka penganggur di Indonesia karena kurangnya
kemampuan dan lapangan pekerjaan yang terbatas. Serta Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) dalam skala yang besar.
Indonesia
juga mempunyai kendala-kendala dalam mewujudkan masyarakat yang madani. Pada
saat ini Indonesia masih belum dapat melakukan keadilan dalam bermasyarakat,
ini dipicu oleh orang-orang penguasa (pemilik jabatan) dan memiliki uang yang
dapat memperlakukan orang yang statusnya lebih rendah sewenang-wenang.
Contohnya: pengusuran rumah rakyat dengan paksa. Kendala yang berikutnya adalah
sikap dan mental warna negara yang acuh tak acuh dengan kebijakan, hukum,
nilai, dan norma yang berlaku saat ini. Yang terakhir adalah masih adanya sikap
pemimpin dan penyelenggara Negara yang mengedepankan budaya paternalistik, yang
dimaksud paternalistik adalah suatu sikap yang ditunjukkan dengan ketidakadilan
gender yang memandang derajat perempuan lebih rendah daripada derajad
laki-laki, disini tidak ada kesetaraan derajat, serta segala perilaku, sikap
dan lainnya yang berpusat pada laki-laki.
Upaya-upaya
untuk mengatasi kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan
masyarakat madani, antara lain: Mengedepankan integrasi nasional. Kita sebagai
warga Negara Indonesia harus menjunjung tinggi nilai persatuan agar tidak
terpecah belah. Negara kita memiliki semboyan “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Yang berarti kita harus
menjadi satu agar lebih kuat dalam mengahadapi masalah daripada terpecah-pecah
membuat kita menjadi lebih lemah dan membuat tidak kompak. Mereformasi sistem
politik yang ada di Indonesia.
Menurut
pendapat saya, sistem politik yang ada di Indonesia sangat buruk. Mengapa?
Karena yang menduduki kursi pemerintahan atau orang-orang yang terlibat dalam
partai poltik itu hanya orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan mempunyai
uang. Mengakibatkan sistem politik dan peraturan yang berlaku di Indonesia
dapat dibeli oleh orang-orang tersebut. Maka dari itu, sistem politik harus
diperbarui, diperjelas dan dipertegas agar tidak dapat diperlakukan seenaknya.
Membangun
masyarakat madani dengan basis yang kuat dalam demokratisasi. Masyarakat madani
mendorong adanya demokrasi di Indonesia. Salah satu contoh kegiatan demokrasi
adalah Pemilu. Dalam kegiatan ini masyarakat akan berparstisipasi dalam proses
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Negara atupun Pemerintahan. Setelah
itu, adanya civic engagement, yaitu
keterlibatan warga negara dalam asosiasi sosial. Ini dapat menumbuhkan sikap
terbuka, percaya dan toleran terhadap antara satu dengan lainnya.
Dalam
upaya yang telah dilakukan untuk mewujudkan masyarakat madani ada kaitannya
dengan pendidikan multikultural. Pendidikan ini mempunyai tanggapan terhadap
dinamika keragaman sekolah yang ada di Indonesia. Pendidikan ini juga
mengembangkan kurikulum dan aktivitas yang ada di lembaga pendidikan.
Pendidikan multikulural tidak membedakan siswa satu dengan siswa yang lainnya
dalam gender, etnik, ras, budaya, strata sosial, dan agama. Sebenarnya
pendidikan ini merupakan sikap peduli dan mau mengerti antara satu dan yang
lainnya.
Ada
beberapa cara pendekatan dalam proses pendidikan multikultural: Pertama, tidak
menyamakan pendidikan dengan persekolahan. Pendidikan ini usaha mendewasakan
anak-anak melalui pembelajaran. Pendidikan juga diartikan sebagai jembatan
penyambung masyarakat agar maju dan tidak terpuruk dalam kemiskinan. Pendidikan
sangatlah penting untuk kelangsungan hidup yang akan mendatang. Persekolahan
itu sarana atau lembaga yang dapat mengembangkan keterampilan dan kreavitas
yang dimiliki dan menambah ilmu.
Kedua,
tidak menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Jelas bahwa kebudayaan itu
peninggalan yang melekat secara turun temurun yang membuat masyarakat meyakini
hal tersebut. Sedangkan etnik ini mengenai keterkaitan suku bangsa dengan
wilayah tersebut. Pendekatan ini dilakukan untuk menghilangkan pandangan
terhadap anak secara stereotip melalui identitas etnik mereka. Ketiga,
pengembangan kompentensi dalam suatu “kebudayaan baru”, maksud ini kita harus
mengembangkan kebudayaan yang baru dengan inisiatif dan kreatif dengan
orang-orang yang kompentensi.
Kesimpulan
yang dapat saya ambil ialah masyarakat multikultural yang terdiri dari beragam
suku, bangsa, bahasa dan lainnya. Indonesia adalah salah satu Negara yang
menganut multicultural. Masyarakat multikultural memiliki kesamaan dan
perbedaan dengan masyarakat majemuk. Masyarakat multikultural ada hubungannya dengan
mayoritas-minoritas. Serta masyarakat multikultural berhubungan dengan
masyarakat madani. Ada banyak arti dari masyarakat madani dari beberapa tokoh. Pendidikan
juga salah satu peran penting dalam masyarakat multikultural dan mewujudkan
masyarakat madani.
*Siswa SMA Mutiara Bangsa 2