“Manusia
tidak dilahirkan dan tidak pula mati. Setelah mewujudkan eksistensinya, dia
tidak akan sirna begitu saja, sebab dia abadi dan tidak lekang.”
~
Paulo Coelho
Hari ini aku memutuskan
untuk keluar dari cangkang, mencoba lepas dari kenyamanan. Aku menyusuri
jalan dengan bertelanjang. Seluruh mata memandang, mengamati Id yang selama ini kusembunyikan, bahwa
aku adalah sesosok yang liar.
Aku adalah si Berani, aku
adalah si Pengecut. Aku terlalu mengandalkan kecerdasan, sampai aku sadar bahwa
itu membuatku meremehkan kekuatan lawan. Aku terlalu berstrategi, sampai itu
berubah menjadi tragedi yang memuakan. Namun, karena aku cerdas, aku menyadari
bahwa strategi tak akan mampu mengalahkan kekuatan.
Pada saat sulit dan
melelahkan, aku memilih menghadapi berbagai tantangan dengan kepasrahan dan
keberanian. Aku tak mundur dalam medan perang. Aku lebih suka menghadapi
kekalahan dengan luka dan darah yang bercucuran, kemudian mengobatinya di
depan si Lawan. Aku tak pernah melarikan diri tanpa menghasilkan pelajaran, karena
aku tak mau memberikan kekuatan pada si Lawan lebih besar dari yang pantas ia
dapatkan.
Namun, aku harus ingat
bahwa aku adalah si Cerdas, perpaduan kental antara si Berani dan si Pengecut. Kadangkala dalam
perang, aku mundur dengan teratur menghadapi si Kuat, menunggu ia lelah, dan saat itu aku membuat pertahanan.
Sampai akhirnya, tak hanya
ia yang berpikir bahwa ‘ketika seseorang melihat kelemahan orang lain, saat
itulah ia sedang melihat kelemahan dirinya sendiri’ dan ‘ketika ia memamerkan
kekuatannya, ia sedang menutupi betapa rapuh dirinya’.
Kemudian, aku berjalan
tanpa cangkang, namun semua yang di sekitar memaksaku untuk tidak bertelanjang,
kalau tidak ingin terjadi perang. Aku kembali masuk ke cangkang, dan berubah
menjadi kunang-kunang, tak memberi terang tapi sangat dikenang, karena aku
pernah mencoba bertelanjang.
Mulai sekarang namaku si Jalang. Tak apa, masih lebih baik..., daripada disebut 'si Belang'....