Akhir-akhir ini
muncul berbagai berita yang berkaitan dengan perkelahian apalagi sampai
berujung pada tindak kekerasan. Maraknya tingkah laku agresif kelompok remaja
kota merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dibahas. Perkelahian antar
pelajar yang pada umumnya masih remaja merugikan berbagai pihk, dan perlu upaya
untuk mencari jalan keluar dari masalah ini, atau setidaknya mengurangi.
Jackmania
sebutan bagi suporter klub sepak bola Persija Jakarta, terlibat dalam aksi
pembakaran sejumlah mobil dan membuat ulah lain yang sangat mengganggu keamanan
setelah selesai pertandingan grand final Persija melawan Persipura Papua di
mana Persija Jakarta pada waktu itu kalah. Masalah yang lebih menarik lagi
adalah para pelajar SLTA di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia
sering tawuran dan seolah-olah bangga dengan perilakunya tersebut. Tidak hanya
pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, mahasiswa juga
sering terlibat tawuran dengan sesama rekannya.
Perkembangan
teknologi yang terpusat pada kota-kota besar mempunyai hubungan yang erat
dengan meningkatnya perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja kota. Banyaknya
tontonan yang menggambarkan perilaku agresif dan games yang bisa dimainkan di
playstation atau komputer diduga bisa mempengaruhi perilaku. Inti dari pengaruh
kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota besar seperti Jakarta yaitu
identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan
mengeksklusifkan kelompok lain.
TEORI
Tawuran antar
pelajar bisa dimasukkan dalam beberapa kategori, antara lain: perilaku agresif,
penyimpangan, kenakalan remaja, dan perkelahian massal.
Perilaku Agresif
Secara sepintas
setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain
dapat disebut sebagai perilaku agresif. Peran kognisi sangat besar dalam
menentukan apakah suatu perbuatan dianggap agresif (jika diberi atribusi
internal) atau tidak agresif (dalam hal atribusi eksternal). Dengan atribusi
internal yang dimaksud adalah adanya niat, intensi, motif, atau kesengajaan
untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Dalam atribusi eksternal, perbuatan
dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain, atau tidak disengaja
(Sartono, 2002).
Pengaruh
kelompok terhadap perilaku agresif, antara lain adalah menurunkan hambatan dari
kendali moral. Selain karena faktor ikut terpengaruh, juga karena ada perancuan
tanggung jawab (tidak merasa ikut bertanggung jawab karena dikerjakan
beramai-ramai), ada desakan kelompok dan identitas kelompok (kalau tidak ikut
dianggap bukan anggota kelompok), dan ada deindividuasi (identitas sebagai
individu tidak akan dikenal) (Staub dalam Kartono, 1986). Karena remaja lebih
banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok
maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap,
pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh
keluarga (Hurlock, 1980).
Penyimpangan
Penyimpangan
(deviasi) diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral
atau ciri-ciri karakteristik rata-rata populasi. Konsep deviasi hanya berarti
apabila ada deskripsi dan pembahasan yang tepat mengenai norma sosial.
Sedangkan norma sendiri berati kaidah aturan pokok, ukuran, kadar atau patokan
yang diterima secara utuh oleh masyarakat guna mengatur kehidupan dan tingkah
laku sehari-hari agar hidup terasa aman dan menyenangkan. Norma sosial adalah
batas-batas dari variasi tingkah laku yang secara eksplisit dan implisit
dimiliki dan dikenal secara retrospektif oleh anggota suatu kelompok.
Kenakalan Remaja
Istilah
kenakalan remaja (juvenile deliquency) mengacu kepada rentang suatu perilaku
yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti
bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari
rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Demi tujuan-tujuan
hukum, dibuat suatu perbedaan antara pelanggaran-pelanggaran indeks (index
offenses) dan pelanggaran-pelanggaran status (status offenses).
Pelanggaran-pelanggaran indeks adalah tindakan kriminal, baik yang dilakukan
oleh remaja maupun orang dewasa. Tindakan-tindakan itu meliputi perampokan,
penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan, pelacuran, dan pembunuhan.
Pelanggaran-pelanggaran status adalah tindakan-tindakan yang tidak terlalu
serius seperti lari dari rumah, bolos dari sekolah, dan ketidakmampuan
mengendalikan diri.
Perkelahian Massal
Inti dari
pengaruh kelompok terhadap agresivitas pelajar di kota besar seperti Jakarta
atau terhadap agresivitas antar etnik di Bosnia Herzegovina adalah sama, yaitu
identitas kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan
mengeksklusifkan kelompok lain (Indrakusuma dan Denich dalam Kartono, 1886).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegemaran berkelahi secara massal dibagi
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah
faktor yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh
remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar.
Perilaku merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap
lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor eksogen dikenal pula
sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah
semua perangsang atau pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada
remaja. Faktor eksternal terdiri atas: faktor keluarga, lingkungan sekolah, dan
miliu. (Kartono, 1986).
PEMBAHASAN
Menurut Shaw dan
Constanzo, ruang lingkup studi psikologi sosial salah satunya adalah pengaruh
sosial terhadap proses individual (Sartono, 2002). Yang termasuk dalam golongan
ini adalah bagaimana kehadiran orang lain, keberadaan seseorang dalam kelompok
tertentu atau norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat mempengaruhi
persepsi, motivasi, proses belajar, sikap (attitude), atau sifat (atribusi)
seseorang. Terjadinya kerusuhan antar suporter yang sebagian besar merupakan
remaja dan perkelahian antar pelajar di kota-kota besar seperti Jakarta belum
tentu karena niat atau motif pribadi tetapi lebih pada pengaruh kelompok
(sosial).
Faktor Internal dan Eksternal
Faktor internal
yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja
dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku
mereka merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap
lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor eksogen, dikenal
pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah
semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada
remaja (tindak kekerasan, kejahatan, perkelahian massal, dan lain sebagainya).
Dengan semakin
pesatnya usaha pembangunan, modernisasi, urbanisasi, dan industrialisasi yang
berakibat semakin kompleksnya masyarakat sekarang, semakin banyak pula anak
remaja yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan
sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustrasi, konflik terbuka
baik internal maupun eksternal, ketegangan batin dan gangguan kejiwaan. Apalagi
ditambah oleh semakin banyaknya tuntutan sosial, sanksi-sanksi dan tekanan
sosial atau masyarakat yang mereka anggap melawan dorongan kebebasan mutlak dan
ambisi mereka yang sedang menggebu-gebu.
Kehidupan di
kota yang serba individualistis, materialistis dengan kontak-kontak sosial yang
sangat longgar juga kontak dengan orang tua dan saudara-saudara sendiri yang
mengakibatkan banyak disintegrasi sosial di tengah masyarakat, jelas pula
menyebabkan disintegrasi pada pribadi anak remaja, karena mereka tidak mampu
mencernakan hiruk-pikuk kejadian tersebut. Dan di mata anak muda, masyarakat
dewasa tidak mau tahu akan kesulitan para remaja, juga tidak sudi menolong
mereka. Sebagai penyaluran dari kecemasan dan ketegangan batin tersebut,
anak-anak muda lalu mengembangkan pola tingkah laku agresif dan eksplosif.
Kemudian terjadilah aksi-aksi bersama dalam kelompok-kelompok, saling baku
hantam, dan perkelahian antar sekolah dengan menampilkan inti permasalahan
batin sendiri, yaitu dorongan untuk menampilkan egonya yang terasa lumat
‘terinjak-injak’ dan hanyut tidak berarti di tengah masyarakat.
Jadi, tingkah
laku delikuen, ugal-ugalan, berandalan, bahkan sering menjurus kepada
kriminalitas itu merupakan kegagalan sistem pengontrolan diri remaja terhadap
dorongan-dorongan instingtifnya. Pandangan psikoanalisis menyatakan bahwa semua
gangguan psikiatris termasuk pula proses pengembangan anak remaja menuju kepada
kedewasaan serta proses adaptasinya terhadap tuntutan lingkungan sekitar ada
pada individu itu sendiri berupa: konflik batiniah, permasalahan intrapsikis,
dan menggunakan reaksi frustrasi negatif atau mekanisme pelarian dan pembelaan
diri yang salah. Semua mekanisme reaktif tersebut di atas sangat tidak sehat
sifatnya dan dampaknya amat merisaukan anak jiwa remaja bahkan bisa membuat
mereka salah tingkah, dan menggunakan mekanisme reaksi frustrasi negatif.
Beberapa reaksi frustrasi negatif yang bisa menyebabkan anak remaja salah ulah
ialah: agresi, regresi, fiksasi, rasionalisasi, pembenaran diri, proyeksi,
teknik anggur masam, teknik jeruk manis, identifikasi, narsisme, dan autisme.
Faktor eksternal yang menyebabkan
kenakalan remaja yaitu:
Faktor Keluarga
- Baik buruknya
rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga
- Perlindungan
lebih yang diberikan orang tua
- Penolakan
orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung
jawab sebagi ayah dan ibu
- Pengaruh buruk
dari orang tua, tingkah laku kriminal, asusila
Faktor Lingkungan Sekolah
Lingkungan
sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak
memenuhi persyaratan, di antaranya adalah:
- Tanpa halaman
bermain yang cukup luas
- Tanpa ruangan
olah raga
- Minimnya
fasilitas ruang belajar
- Jumlah murid
di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat
- Ventilasi dan
sanitasi yang buruk dan lain sebagainya
Faktor Miliu
Lingkungan
sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan remaja.
Dari semua hal
di atas dapat dianalisa beberapa predikator kenakalan meliputi identitas
(identitas negatif), pengendalian diri (derajat rendah), usia (telah muncul
pada usia dini), jenis kelamin(laki-laki), harapan-harapan bagi pendidikan
(harapan-harapan yang rendah, komitmen yang rendah), nilai rapor sekolah
(prestasi yang rendah pada kelas-kelas awal), pengaruh teman sebaya (pengaruh
berat, tidak mampu menolak), status sosial ekonomi (rendah), peran orang tua
(kurangnya pemantauan, dukungan yang rendah, dan disiplin yang tidak efektif),
dan kualitas lingkungan (perkotaan, tingginya kejahatan, tingginya mobilitas).
Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat
positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku
konformitas yang negatif seperti: menggunakan bahasa yang jorok, mencuri,
merusak, dan sebagainya. Kenakalan remaja dan perkelahian massal itu merupakan
refleksi dari perbuatan orang dewasa di segala sektor kehidupan yang penuh
bayang-bayang hitam dan pergulatan seru (penuh intrinsik, kekejaman, kekerasan,
nafsu kekuasaan, kemunafikan, kepalsuan, dan lain-lain) yang terselubung rapi
dengan gaya yang elegan dan keapikan.
Dinamika Psikologis
Piaget yakin
bahwa pemikiran operasional formal berlangsung antara usia sebelas hingga lima
belas tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak daripada pemikiran
seorang anak. Selain abstrak, pemikiran remaja juga idealistis. Remaja mulai
berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dengan
standar-standar yang ideal ini. Remaja lazim menjadi tidak sabar dengan
standar-standar yang ideal yang baru ditemukan ini dan dibingungkan oleh banyak
standar ideal yang diadopsi.
Perubahan-perubahan
yang mengesankan dalam kognisi sosial menjadi ciri perkembangan remaja.
Pemikiran remaja bersifat egosentris. Menurut David Elkind egosentrisme remaja
memiliki dua bagian yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi. Penonton
khayalan ialah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya
sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Perilaku mengundang perhatian, umum
terjadi pada masa remaja, mencerminkan egosentrisme dan keinginan untuk tampil
di atas pentas, diperhatikan, dan terlihat. Dongeng pribadi ialah bagian dari
egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik
pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat mengerti
bagaimana perasaan mereka sebenarnya. Beberapa ahli perkembangan yakin bahwa
egosentrisme dapat menerangkan beberapa perilaku remaja yang nampaknya ceroboh.
Gangguan-gangguan
atau kelalaian-kelalaian orang tua dalam menerapkan dukungan keluarga dan
praktek manajemen secara konsisten berkaitan dengan perilaku anti sosial
anak-anak dan remaja. Dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen ini
mencakup pemantauan tempat remaja berada, penggunaan bagi disiplin yang efektif
bagi perilaku anti sosial, keterampilan-keterampilan pemecahan masalah yang
efektif, dan dukungan bagi pengembangan keterampilan-keterampilan pro sosial.
Dalam hal ini pola asuh juga mempengaruhi perilaku anti sosial remaja.
Pencegahan dan Penanganan
Banyak upaya
yang telah dilakukan untuk mengurangi kenakalan remaja. Upaya-upaya ini meliputi
bentuk-bentuk psikoterapi individual dan kelompok, terapi keluarga, modifikasi
perilaku, rekreasi, pelatihan kejuruan, sekolah-sekolah alternatif, perkemahan
dan berperahu di alam terbuka, penahanan dan pembebasan bersyarat, program
kakak asuh, organisasi komunitas, dan lain-lain.
Walaupun hanya
sedikit model yang diidentifikasi sukses untuk mencegah dan berperan untuk
penanganan kenakalan, banyak pakar di bidang kenakalan remaja sepakat bahwa
poin-poin berikut ini perlu diuji lebih seksama sebagai cara yang mungkin
diterapkan untuk pencegahan dan penanganan kenakalan remaja:
- Program
harus lebih luas cakupannya daripada hanya sekedar berfokus pada kenakalan.
- Program
harus memiliki komponen-komponen ganda, karena tidak ada satu pun komponen yang
berdiri sendiri sebagai peluru ajaib yang dapat memerangi kenakalan.
- Program-program
harus sudah dimulai sejak awal masa perkembangan anak untuk mencegah masalah belajar
dan berperilaku.
- Sekolah
memainkan peranan penting.
- Upaya-upaya
harus diarahkan pada institusional daripada pada perubahan individual, yang
menjadi titik berat adalah meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak-anak yang
kurang beruntung.
- Memberi
perhatian kepada individu secara intensif dan merancang program unik bagi
setiap anak merupakan faktor yang penting dalam menangani anak-anak yang
berisiko tinggi untuk menjadi nakal.
- Manfaat
yang didapatkan dari suatu program sering kali hilang saat program tersebut
dihentikan, oleh karenanya perlu dikembangkan program yang sifatnya
berkesinambungan.
Upaya
menyembuhkan gejala patologis pada kenakalan remaja dan perkelahian massal yang
dikemukakan Kartini Kartono adalah sebagai berikut:
- Banyak
mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksi
terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan menuntun itu.
- Memberi
kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat.
- Memberikan
bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman
sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.
KESIMPULAN
Dari teori dan
pembahasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa:
a. Derajat kejahatan anak remaja
berkorelasi akrab dengan proses industrialisasi sehingga jumlah kejahatan anak
remaja lebih banyak di kota-kota besar.
b. Kondisi lingkungan atau
pengaruh kelompok merupakan salah satu penyebab timbulnya perilaku agresif.
c. Identitas kelompok yang sangat
kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain
merupakan salah satu penyebab terjadinya agresivitas kelompok remaja kota.
d. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kegemaran berkelahi secara massal dibagi menjadi dua, yaitu:
faktor internal dan faktor eksternal.
e. Faktor internal adalah faktor
yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja
dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku
mereka merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap
lingkungan sekitar.
f. Faktor eksternal atau faktor eksogen yang dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja (tindak kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan sebagainya).
f. Faktor eksternal atau faktor eksogen yang dikenal pula sebagai pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang dan pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja (tindak kekerasan, kejahatan, perkelahian massal dan sebagainya).
g. Kenakalan remaja dan
perkelahian massal itu merupakan refleksi dari perbuatan orang dewasa di segala
sektor kehidupan yang dipenuhi bayang-bayang hitam dan pergulatan seru (penuh
intrinsik, kekejaman, kekerasan, nafsu kekuasaan, kemunafikan, kepalsuan dan
lain-lain) yang terselubung rapi dengan gaya yang elegan dan keapikan
h. Kenakalan remaja dan
perkelahian massal merupakan proses peniruan atau identifikasi anak remaja
terhadap segala gerak-gerik dan tingkah laku orang dewasa ‘modern dan berbudaya’
sekarang ini.
i. Upaya kita menyembuhkan gejala
patologis pada kenakalan remaja dan perkelahian massal yaitu:
• Banyak mawas
diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksi terhadap
kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan menuntun itu.
• Memberi
kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat.
• Memberikan
bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman
sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja.