Tulisan ini, entah masuk kategori mana
Tak dikategorikan juga tak apa
Karena di sini aku hanya ingin cerita
Ya, tentang suka dan duka
Hari ini aku sangat bahagia
Setelah kemarin berkaca-kaca
Hari ini aku tak bertemu dia
Setelah kemarin kami berjumpa
Pengunjung
Desember 11, 2013
Adakah pengunjung setia di ruang ini...
Yang setiap saat menanti diriku dalam wujud rangkaian huruf
Yang setiap saat menghirup aromaku dalam bebauan kata
Yang setiap saat melihat lekukku dalam rangkaian kalimat
Adakah pengunjung di ruang ini...
Yang selalu merindu imajiku
Yang selalu meraba maksudku
Yang selalu menyelami diriku
Ada pengunjung...
Di ruang yang dingin dan sepi
Penuh ilusi dan ironi
Bahkan sering tak memiliki arti
Sudah ada pengunjung di ruang ini
Di ruang yang tak berpenghuni...
Yang setiap saat menanti diriku dalam wujud rangkaian huruf
Yang setiap saat menghirup aromaku dalam bebauan kata
Yang setiap saat melihat lekukku dalam rangkaian kalimat
Adakah pengunjung di ruang ini...
Yang selalu merindu imajiku
Yang selalu meraba maksudku
Yang selalu menyelami diriku
Ada pengunjung...
Di ruang yang dingin dan sepi
Penuh ilusi dan ironi
Bahkan sering tak memiliki arti
Sudah ada pengunjung di ruang ini
Di ruang yang tak berpenghuni...
Jakarta, 11/12/13
Edisi Makan Malam Sendirian
Desember 09, 2013
Saat saya datang hanya tersisa dua meja yang memiliki kursi kosong.
Meja pertama di diisi oleh sepasang muda-mudi. Di meja kedua ada tiga
pria berbadan besar. Tanpa pikir panjang saya memilih meja kedua, karena
saya tidak ingin merusak suasana romantis pasangan tadi. Tak lama saya
menaruh tubuh di kursi, telinga saya menangkap perbincangan yang tidak
enak.
"Oh, salah posisi. Bisa rusak nih selera makan," pikir saya.
Penyesuaian tetap saya lakukan. Sebisa mungkin membuat diri ini nyaman bersama orang-orang yang "genit" politik. Saya ambil ponsel, fokus pada layarnya, seolah mengabaikan mereka. Tapi gagal. Suara mereka sungguh cetar membahana. Saya mulai gregetan, dan berpikir untuk pindah meja.
"Oh, salah posisi. Bisa rusak nih selera makan," pikir saya.
Penyesuaian tetap saya lakukan. Sebisa mungkin membuat diri ini nyaman bersama orang-orang yang "genit" politik. Saya ambil ponsel, fokus pada layarnya, seolah mengabaikan mereka. Tapi gagal. Suara mereka sungguh cetar membahana. Saya mulai gregetan, dan berpikir untuk pindah meja.
Edisi Makan di Luar Bersama Pacar
Masuk ke tempat makan penuh. Ada dua kursi kosong di sebelah dua nona yang sedang ngerumpi. Saya berjalan menuju mereka.
"Mbak, saya bisa duduk di sini?" tanya saya pada mereka.
Nona 1 terlihat bingung, seperti ingin meng-iya-kan tapi ragu. Nona 2 pun tak berbeda. Beberapa saat kami hanya beradu pandang. Sampai akhirnya....
"Yah, di sini ada satu orang lagi, kita bertiga," kata Nona 2.
"Oh, gitu ya. Yaudah deh, makasih ya."
Edisi Tanpa Kabar
Seperti biasa, saya masih merasakan sakit pada beberapa bagian di tubuh
saya. Tentu saja itu membuat nafsu makan saya berkurang. Bahkan,
bernapas pun rasanya tidak enak. Ketidaknyamanan itu membuat saya lemas
dan pusing. Jadi, hari ini saya hanya berleha-leha dan lebih sering
merebahkan kepala pada meja dan kasur, tumpukan tugas sudah pasti
terabaikan. Walau tubuh saya sedang tidak
asyik, saya masih menyempatkan diri untuk mengecek ponsel, itu pada
pukul 12.30 WIB. Saya senang karena tidak ada satupun pesan atau
panggilan yang masuk, itu artinya saya tidak melewatkan sesuatu yang
penting. Kemudian saya letakan kembali ponsel di meja.
Tttrrtttt.... Ttrrrttt....
Tttrrtttt.... Ttrrrttt....
DI LORONG ITU...
Desember 04, 2013
Aku berada di lorong putih
Di lorong itu ada yang sedang merintih
Padahal, begitu banyak orang berlalu-lalang
Dan aku? Aku seperti makhluk tak terlihat
Aku duduk di tepi lorong itu
Dengan penaku, dengan bukuku
Aku duduk di tepi lorong itu
Dengan bayangmu, dengan harapku
Aku berada di lorong hitam
Di lorong itu ada amarah yang lama disekam
Orang-orang masih berlalu-lalang
Dan aku? Aku hanya makhluk tak terlihat
Aku duduk di tepi lorong itu
Dengan bayangmu, dengan amarahku
Aku duduk di tepi lorong itu
Dengan amarahku karena mengharapmu
Di lorong itu ada yang sedang merintih
Padahal, begitu banyak orang berlalu-lalang
Dan aku? Aku seperti makhluk tak terlihat
Aku duduk di tepi lorong itu
Dengan penaku, dengan bukuku
Aku duduk di tepi lorong itu
Dengan bayangmu, dengan harapku
Aku berada di lorong hitam
Di lorong itu ada amarah yang lama disekam
Orang-orang masih berlalu-lalang
Dan aku? Aku hanya makhluk tak terlihat
Aku duduk di tepi lorong itu
Dengan bayangmu, dengan amarahku
Aku duduk di tepi lorong itu
Dengan amarahku karena mengharapmu
02 Desember 2013
RS Premier Jatinegara, Jakarta
MERAH
Merahmu itu marahmu
Aku tahu manakala kau mengenakan merahmu
Merah itu marahmu
Aromanya terendus ketika kau mengibarkan merahmu
Merah itu melukaimu
Aku tahu karena merah itu darahmu
Merah itu membangkitkanmu
Aku tahu karena kau mulai menyeka peluhmu
Merah itu semangatmu
Jangan lepaskan merah itu
Merah itu cintamu
Jangan pudarkan merah itu
Merah itu hidupmu
Jagalah warnanya agar tetap menyala!
Aku tahu manakala kau mengenakan merahmu
Merah itu marahmu
Aromanya terendus ketika kau mengibarkan merahmu
Merah itu melukaimu
Aku tahu karena merah itu darahmu
Merah itu membangkitkanmu
Aku tahu karena kau mulai menyeka peluhmu
Merah itu semangatmu
Jangan lepaskan merah itu
Merah itu cintamu
Jangan pudarkan merah itu
Merah itu hidupmu
Jagalah warnanya agar tetap menyala!
02 Desember 2013
RS Premier Jatinegara, Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)