Bertuhan Tanpa Agama

Desember 05, 2011


Dapatkah anda menjawab, agama budayakah atau agama langitkah? Setiap keyakinan memiliki paham tersendiri tentang konsep Tuhan dalam sistem persembahannya. Oleh karenanya masih bisakah agama-agama itu disebut sebagai agama langit, yang diyakini keseluruhannya merupakan kemauan Tuhan. Lalu jadilah agama-agama itu sebagai agama budaya juga. Pembagian menjadi agama langit dan agama budaya pun sering menimbulkan diskusi yang tak bertitik. Pengelompokan agama langit dan agama budaya masih menyisaakan kesan mendalam karena suatu anggapan, yaitu apa pun nama Tuhan mereka, pada hakikatnya Tuhan hanya ada satu.
Tuhan adalah wujud dari kesadaran supranatural bagi mereka yang meyakininya. Eksistensi Tuhan sulit untuk ditampik keberadaannya. Termasuk oleh mereka yang selama ini menyatakan dirinya seorang atheis. Tapi ternyata mereka -orang yang anti Tuhan- tidak menolak eksistensi Tuhan. Seperti pandangan Karl Marx, Freidrich Nietzche, Ernst Bloch, dan Hegel terhadap agama. Ungkapan Marx bahwa agama adalah produk alienasi atau agama sebagai sumber alienasi yang dipaparkan Hegel, tidak berarti bahwa mereka menolak keberadaan Tuhan dan Agama. Ini menumbuhkan suatu pandangan bahwa manusia yang tidak perlu merasa beragama untuk berjumpa dengan Tuhan. Argumen ontologis menunjukkan bahwa Tuhan berarti perfect being, wujud yang sempurna. Kesempurnaan itu merupakan kombinasi dari kekuasaan, kebaikan dan realitas yang sempurna pula.

Asia Menguasai Dunia



Sejak jatuhnya kekaisaran Romawi, Eropa berada dalam zaman kegelapan sampai munculnya masa afklarung dan renaisans. Selama 1000 tahun Eropa berada di posisi yang tidak menguntungkan dalam segala bidang. Lain halnya dengan kawasan Asia dan Timur Tengah, kawasan tersebut justru mengalami kemajuan yang sangat pesat dalm bidang ilmu pengetahuan, perdagangan, agam dan diplomasi.
Seorang peneliti, Stewart Gordon, mampu menuangkan gagasan-gagasannya melalui buku ini. Buku yang terdiri dari sepuluh bab ini memaparkan secara kronologis dan disertai dengan bukti-bukti nyata bahwa dalam kurun waktu 500-1500 M Asia mampu menguasai dunia. Penyajian isi buku ini sangat unik. Melalui tokoh-tokoh historis Gordon menunjukan evolusi perkembangan agama, budaya, ekonomi dan politik di Asia.
Xuanzang (biarawan Budha dan Cina), Ibn Fadlan (utusan dari Bahdad), Ibn Sina (filsuf dan pakar pengobatan dari Persia), Fa Xian (peziarah dari Cina), Abraham bin Yizu (pedagang Yahudi di India), Ibn Batuta (diplomat kekaisaran Islam dari Maroko), Ma Huan (penerjemah dokumen asing dari cina, Babur (keturunan Jengis Khan) dan Tome Pires (apoteker Portugis), merekalah tokoh-tokoh historis yang mengisi cerita dalam bab satu sampai bab Sembilan. Dan pada bab terakhir adalh rangkuman dari fakta-fakta historis yang telah dipaparkan oleh Gordon pada bab-bab sebelumnya.
Bab satu mengisahkan Xuanzang yang mengadakan perjalanan ke India karena Dinasti Tang yang pada masa itu berkuasa tidak melindungi para biarawan Budha. Perjalanan yang menuai berbagai hambatan mau tak mau harus dilalui Xuanzang demi sebuah perjuangan mengalahkan hawa nafsu yang menjadi penyebab penderitaan manusia, sehingga ia mampu mencapai pembebasan jiwa manuju nirwana. Pad saat itu tidak hanya agama Budha yang berkembang luas dari India sampai ke Cina, tetapi ada agama-agama lain, seperti Taoisma, Konfusianisme, Zoroastrianisme dan Brahmanisme. Agama-agama tersebut sedang bersaing dengan Budhisme untuk menunjukan eksistensi masing-masing. Dalam pengalaman Xuanzang, Gordon menyimpulkan bahwa persaingan antaragama adalah fenomena yang lumrah, selama persaingan tersebut dilakukan secar sehat dan tidak saling menghancurkan dan mengalahkan.
Perjalanan Ibn Fadlan dari Baghdad ke Alnis (Rusia) dipaparkan dalam bab dua. Melalui perjalanan ini, Gordon menunjukan betapa agama dan kebudayaan Islam berkembang pesat di sepanjang jalur yang dilalui oleh Ibn Fadlan. Islam mudah berkembang karana tidak mengenal system kasta. Melalui komunitas Muslim yang heterogen, para pedagang Muslim itu menyebarkan agama Islam.
Kisah Ibn Sina yang diceritakan pada bab tiga memberi gambaran tentang jaringan cendikiawan selama masa kejayaan Dianasti Abbasiyah. Dinasti ini memulai proyek penerjemahan teks-teks berbahasa Yunani dan Latin ke bahasa Arab, selama tahun 1020-1036. Pada masa ini ilmu pengetahuan di Asia berkembang dengan pesat. Dialektika pemikiran Islam dengan filsafat pengetahuan, filsafat ketuhanan, dan metafisika Aristoteles yang berkembang di Asia mampu menaklukan dunia di bidang ilmu pengetahuan.
Perjalanan dari Cina ke India tidak hanya berhubungan dengan agama Budha, tetapi juga persebaran produk-produk Asia seperti kain sutra, keramik, barang-barang dari timah, dsb. Perjalanan yang ditempuh Fa Xiang ini menggambarkan betapa ramainya perdagangan Internasional di Asia pada abad 10-13 M yang dijelaskan pada bab empat.
Sepak terjang seorang pedagang Yahudi di Mangalore (tepi barat India), Abraham bin Yiju pada bab lima sangat menarik untuk disimak. Kiprah pedagang Yahudi ini mampu menguasai jalur perdagangan dari India sampai Cairo selama tahun 1120-1160 M. Etika berbinis yang berdasarkan prinsip saling percaya mampu berkembang pada masa ini. Pedagang yang berlaku curang dan merugikan pedagang lain akan diadili dan dipenjarakan. Pada bab ini Gordon juga  ingin menunjukan kepada pembaca tentang heterogenitas kota-kota metropolitan di Asia.
Abad ke-14 M, kisah perjalanan Ibn Batutah menegaskan bahwa para peziarah memegang paranan yang penting dalam menghubungkan kota-kota metropolitan seperti Damakus, Cairo, Mekah dan Delhi, dijelaskan dalam bab enam. Ibn Batutah yang berperan sebagai duta  berperan menyatukan bangsa-bangsa melalui praktik diplomasi normal. Kisah perjalanan Ibn Batutah yang dituangkan dalam bab ini, mencoba menberitahu kepada para pembaca bagaimana negara-negara menerapkan hokum Islam, fiqih, dan perpajakan.
Ma Huan sedikit memberikan gambaran kekuasaan Dinasti Ming. Dalam catatan Ma Huan diceritakan tentang ramainya perdagangan, adat istiadat dan kepercayaan yang memiliki hubungan baik dengan agama Budha, Hindu dan Islam.  Di pelabuhan Majapahit hidup para pedagang Arab, Cina, India, Persia dan pedagang-pedagang Asia Tenggara, fakta ini juga tercatat dalam catatan Ma Huan.
Pada bab delapan dan bab Sembilan, Gordon memaparkan pengrusakan kebudayaan yang dilakukan Jengis Khan dari Mongol. Kebudayaan Asia yang dijunjung tinggi karena keanekaragaman agama dan budayanya dirusak secara brutal oleh Jengis Khan dengan ekspansi kekuasaan. Babur, putra Jengis Khan, menggunakan cara yang berbeda dalam mencapai kepentingan politik dn bisnisnya, ia menerapkan prinsip kekuasaan “garan” (melarutkan) yang sasarannya adalah suku, ras dan agama. Pada kisah Tome Pries pun tak jauh berbeda. Kisahnya menceritakan tentang kekuasaan murni kolonialisme yang dianut orang Eropa dalam menjalankan bisnis.
Untuk menguasai dunia dapat diwujudkan dengan budaya politik yang harmoni bukan konflik, setidaknya itulah yang ingin disampaikan oleh Gordon pada bab sepuluh. Melalui kisah tokoh-tokoh historis telah dijelaskan secara detail oleh Gordon mengenai penyebaran agama dan politik perdagangan yang berkembang secara harmoni pada masanya masing-masing. Membaca buku ini membawa kita untuk menyusuri sejarah Asia dan membangkitkan harapan masa depan Asia.

Sekilas tentang Bank Kaum Miskin


Tahun 1974 Bangladesh jatuh ke dalam cengkeraman bencana kelaparan. Lalu Muhammad Yunus menginisiasi sebuah pernyataan untuk memerangi bencana kelaparan yang terjadi di Bangladesh. Ia pun berinisiatif untuk membuat sebuah lembaga (bank) yang khusus memberikan pinjaman-pinjaman kecil sebagai modal usaha.
Kemudian, Yunus menjaminkan dirinya untuk meminjam uang dari bank. Ia melakukan itu karena bank tidak akan memberikan kredit kepada orang miskin, karena orang miskin tidak mempunyai sesuatu yang bisa dijaminkan. Uang yang diperoleh dari bank Yunus pinjamkan kepada orang-orang miskin -terutama perempuan- tanpa jaminan dan proses birokrasi yang rumit, dan pengembaliannya dapat dicicil.
Sistem bank yang kemudian disebut dengan Grameen Bank ini cukup unik. Grameen Bank memfokuskan pinjamannya kepada kaum perempuan. Hal ini dikarenakan nasabah bank-bank di Bangladesh umumnya didominasi oleh kaum lelaki. Awalnya, Yunus pun mendapatkan pandangan pesimis dari berbagai pihak. Tidak sedikit yang beranggapan orang-orang miskin yang meminjam tidak akan mengembalikan pinjaman tersebut. Namun, pada akhirnya Grameen Bank dapat membuktikan bahwa pinjaman-pinjaman tersebut dikembalikan, walaupun hanya 98%. Yunus membuktikan bahwa kaum miskin (khususnya perempuan) memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar terhadap pinjamannya. Mereka menggunakan uang pinjaman tersebut untuk meneruskan usahanya atau pun memulai usahanya.
Buku “Bank Kaum Miskin” menceritakan perjalanan Muhammad Yunus dalam membuat bank bagi kaum miskin, atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Grameen Bank (Bank Pedesaan). Dalam buku ini, kita dapat melihat sisi lain dari Muhammad Yunus, seorang akademisi yang juga sukses sebagai praktisi. Sosok baru yang patut dijadikan contoh bagi akademisi-akademisi lainnya.
Dari sudut pandang teori ekonomi dan bisnis, kontribusi Yunus yang paling besar adalah membuahkan konsep baru tentang social business. Dalam pandangannya, sebuah bank ataupun organisasi bisnis lainnya harus memiliki tujuan sosial yang tidak terpisah dengan tujuan mencari keuntungan. Artinya, organisasi bisnis dapat secara sekaligus merangkap sebagai organisasi sosial. Bank bisa saja mengejar keuntungan dan pada saat yang sama berupaya mengentaskan kemiskinan.
Jika dibandingkan dengan Indonesia pastilah sangat berbeda. Di Indonesia, orang-orang miskin yang meminjam di bank justru dipersulit, namun jika orang kaya yang meminjam justru dipermudah. Padahal, logikanya orang-orang yang miskin lebih membutuhkan pinjaman dibandingkan orang-orang kaya.
Indonesia memang menampung begitu banyak kaum miskin. Namun, bukan pengentasan kemiskinan yang dilakukan dengan tindakan nyata, kita justru sibuk berdebat tentang istilah ’miskin’ dan mencari karakteristik apa saja sehingga seseorang dapat dikatakan ’miskin’. Kalangan akademisi di Indonesia lebih suka menjadikan kemiskinan sebagai bahan diskusi dan penelitian, ketimbang memberantasnya. Pemerintahnya pun lebih suka membasmi orang-orang miskin, daripada membasmi kemiskinan.

The Great Debaters*



Amerika Serikat terbelah oleh dua ras paling bertentangan di muka bumi, ras anglo saxon atau yang biasa disebut orang kulit putih, dan yang satunya lagi adalah ras kulit hitam atau negroid. Kala itu, jurang pemisah antara keduanya terbentang sangat lebar, kebencian di antara keduanya sangat kental dan membathin. Tidak ada yang paling diinginkan orang kulit putih selain menyiksa dan membunuh orang kulit hitam. Terlebih, konteks yang diambil adalah Texas, sebuah kota di negara bagian Amerika Serikat yang sebagaimana diketahui adalah daerah kekuasaan orang kulit putih. Sedangkan Texas adalah wilayah yang dikenal paling rasis di Amerika Serikat.

Seringkali, perasaan tertekan memberikan seseorang kekuatan terselubung. Kondisi tertindas mengangkat mental seseorang untuk melawan. Ketidakharmonisan antara pikiran untuk melawan dan kondisi yang tidak mendukung memunculkan sebuah revolusi. Dan inilah yang tertuang dalam film The Great Debaters, sebuah  film tentang rasialisme yang masih kental di Amerika Serikat pada era 1930-an.

Cerita bermula dengan tarian dan suasana hiburan orang kulit hitam di suatu tempat, sementara di tempat lainnya seorang pastur sedang mengumandangkan keagungan pendidikan yang mampu menganugerahkan perubahan bagi siapapun. Pendidikan adalah alat untuk memperoleh keadilan dan kebebasan yang mereka -orang kulit hitam- kehendaki. Dengan pendidikan pula, mereka akan mampu memperbaiki aturan dunia agar menempatkan hak yang sama pada setiap ras.

Secara tersurat film The Great Debaters lebih megutamakan isu rasialisme, yakni paham yang mendeskripsikan warna kulit dan suku bangsa. Namun jika dilihat lebih mendalam film ini mengisyaratkan banyak isu yang menarik. Misalnya, pendidikan, politik, dan sosial. Dalam film ini pendidikan digambarkan sebagai sesuatu yang dapat membuat perubahan besar. Pendidikan di sini sangat berperan dalam pencapaian kesetaraan dan kebebasan. Pada tahun 1935, kuatnya paham rasialisme tumbuh sampai ranaah pendidikan. Di mana ada pendiskriminasian berdasarkan warna kulit. Kulit putih dianggap lebih pantas memperoleh pendidikan dibanding kulit hidam. Selain itu, orang kulit putih dianggap lebih pintar dibanding orang kulit hitam.

Dalam bidang politik, film ini menceritakan kulit hitam yang dianggap sebagai komunis. Karena pada masa itu, orang-orang kulit hitam lebih banyak menjadi buruh dan petani. Sedangkan komunis selalu dikaitkan dengan dua profesi tersebut karena lambang komunis menggunakan palu dan arit yang sangat identik dengan buruh dan petani. Kulit putih menyakini kegiatan komunis tersebut didalangi oleh aktor intelektual, yakni Mr. Tolson, ia merupakan salah satu tokoh dalam film ini.

Ada banyak tokoh yang berperan penting dalam membangun cerita, namun hal ini justru membuat tidak begitu ada tokoh yang menonjol karakternya dan hanya menjadikannya wayang yang menguraikan cerita. Sebagaimana Mr. Tolson yang menjadi guru debat dan berhasil mengantarkan muridnya memperoleh gelar juara secara terus-menerus, namun di lain sisi, ia adalah seorang radikal yang membangun kekuatan para petani dan buruh untuk membuat perubahan.

Dalam bidang sosial, film ini mengisahkan ketertindasan kulit hitam. Kesulitan memperoleh pendidikan bagi orang kulit hitam, kesulitan bergerak kaum petani kulit hitam, dan pembakaran orang-orang kulit hitam. Yang semua itu membuat ketakutan-ketakutan sosial. Belum lagi, dominasi orang kulit putih dalam seluruh aspek. Selain itu, partisipasi perempuan dalam segala bidang masih sangat kurang. Orang-orang negro juga tidak diijinkan meemiliki sertifikat lahir.

Kondisi ini memancing kaum intelektual kulit hitam untuk bergerak, yang kemudian didukung oleh masyarakat kulit hitam lainnya. Kaum intelektual yang memiliki akses terhadap pendidikan tidak menyiakan kesempatan tersebut. Melalui pendidikan mereka ingin mengubah keadaan. Beberapa intelektual kulit hitam mengikuti pemilihan sebagai anggota kelompok debat Wiley College, yang pada akhirnya menyisakan empat orang terpilih, yang terdiri dari tiga laki-laki dan satu perempuan, Hamilton Burgess, Henry Lowe, James Farmer dan Samantha Booke. Samantha Booke merupakan satu-satunya perempuan yang berani mendaftarkan diri. Kemampuan perempuan itupun diragukan karena sebelumnya tidak ada partisipasi perempuan dalam kegiatan semacam ini. Namun dalam ujian pemilihan, perempuan tersebut mampu menunjukan kemampuannya.

Kelompok debat tersebut terus berlatih dan belajar untuk memenangkan beberapa ajang perdebatan. Keberadaan kelompok debat tersebut tidak diragukan lagi karena mereka mampu memenangkan beberapa ajang lomba debat. Media massa pun mempublikasikan prestasi mereka. Mereka tidak segan untuk mengajukan diri sebagai lawan (menantang).

Pada suatu hari, terjadi suatu masalah di dalam kelompok debat tersebut. Karena pembimbing debat dianggap terlibat dalam kelompok komunis, orang tua Hamilton Burgess meminta anaknya untuk keluar dari kelompok debat. Akhirnya, Hamilton Burgess memutuskan untuk keluar, dan kelompok debat kehilangan satu anggotanya. Mereka hanya tinggal tiga orang, namun itu tidak membuat mereka patah arang.

Pada suatu hari, kelompok debat tersebut mendapat undangan untuk berdebat dengan kampus Oklahoma. Kampus Oklahoma tidak menerima orang kulit hitam datang ke wilayahnya dan pihak Oklahoma pun tidak mau datang ke kampus kulit hitam, maka dari itu debat digelar di luar kampus, di ruang terbuka. Akhirnya, kulit hitam memenangkan perdebatan tersebut.

Meskipun anggota kelompok debat hanya terdiri dari tiga orang, namun mereka tetap melanjutkan perjuangan. Lomba demi lomba mereka menangkan. Namun, pada suatu hari salah satu anggota debat yang termuda –James- mempermasalahkan partisipasi di dalam kelompok. Ia merasa tidak diberikan kesempatan untuk menjadi pendebat, selama ini ia hanya aktor di belakang layar. Padahal, secara karakter James memiliki keberanian yang lebih jika dibandingkan dengan kedua temannya. Ia mengutarakan keluhannya kepada Mr. Tolson. Setelah James mengutarakan keluhanya, Mr. Tolson ditangkap oleh polisi karena dugaan partisipasi dalam kelompok komunis.

Disinyalir pemerintahan pada saat itu juga memiliki ketakutan dengan keberadaan kelompok debat orang-orang kulit hitam tersebut. Bahkan, masyaratkat kulit putih menuduh kelompok debat tersebut bagian dari kelompok komunis. Sehingga seluruh kegiatan mereka menuai kecurigaan. Namun, setelah diselidiki tidak ada keterlibatan Mr. Tolson dengan kelompok komunis, dan akhirnya ia dibebaskan.

Setelah kejadian tersebut James mendapat kesempatan untuk berdebat di hadapan publik, namun pada saat itu ia tidak siap karena ada faktor psikologis yang memengaruhinya, sehingga menyebabkan mereka tidak memenangkan lomba debat tersebut. Pada satu kesempatan mareka diperkenankan untuk berdebat di Harvard College. Awalnya mereka merasa minder untuk memenuhi debat tersebut, namun pada akhirnya mereka berani menerima.

Akhirnya, mereka datang ke Cambridge tanpa didampingi oleh Mr. Tolson karena ia sudah masuk ”daftar hitam”. Sesampainya di Harvard mereka disambut dengan baik. Namun, yang membuat mereka hampir putus asa adalah pada saat perubahan tema debat. Perubahan tema tersebut sangat mendadak. Tema diubah menjadi Ketidakpatuhan Penduduk Adalah Senjata Moral di Dalam Perlawanan Melawan Hukum. Perubahan tema tersebut sempat menimbulkan konflik di dalam kelompok, ada pertentangan antara James dan Henry mengenai bagaimana memulai perdebatan tersebut. James lebih memilih memulai debat tersebut dengan pemikiran Gandhi tentang Satyagraha, namun Henry tidak setuju. Pada akhirnya Henry mengalah dan perdebatan tersebut dibuka dengan menggunakan konsep Gandhi tentang Satyagraha. Pada perdebatan tersebut mereka mampu mengalahkan pendebat dari Harvard.

Para pendebat dari Wiley College yang selalu juara dan pada akhirnya berhasil mengalahkan Harvard juga tidak dimainkan oleh karakter yang menonjol. Film ini tidak bermaksud memunculkan suatu karakter khas, tetapi kekuatan cerita itu sendiri yang membuat film ini menarik perhatian banyak pihak.

Tidak mudah untuk menuju kemenangan tersebut. Perjuangan panjang mereka lalui untuk menggugah kesadaran masyarakat supaya berani melawan bukan menghindar. Mereka menggugah masyarakat melalui pendidikan. Meskipun sebelumnya telah banyak orang-orang kulit hitam yang berjuang, namun perjuangan tidak hanya berhenti di satu titik. Perjuangan harus tetap dilanjutkan.

Secara keseluruhan, film ini bercerita tentang perjuangan melawan rasialisme. Banyak kulit hitam memiliki apa yang disebut Marx sebagai kesadaran palsu. Mereka sadar akan ketertindasan yang merenggut banyak kebahagiaan dalam hidup mereka, namun mereka sama sekali tidak bisa melakukan perlawanan. Atas nama ketertindasan inilah pendidikan muncul bagai cahaya yang menuntun mereka untuk meraih kebebasan sebagai manusia seutuhnya.

Negro Amerika ini menyadari ketertindasan mereka, dan sejumlah pihak meyakini untuk melawan ketertindasan itu mereka harus memiliki bargaining position yang kuat di dalam masyarakat yang didominasi oleh kulit putih. Mereka menyadari, bahwa mereka sama dengan manusia lainnya di muka bumi ini. Hanya berbeda warna kulit, dan seharusnya bukan karena hal itu pembedaan terhadap manusia diadakan. Dan mereka memang sama dengan manusia lainnya, mereka memiliki kecerdasan, bahkan kecerdasan yang tidak biasa. Sebagaimana yang dimiliki oleh James Farmer dan James Farmer Jr.

Perlawanan tidak selamanya terkait dengan kekerasan. Perlawanan dalam film ini lebih elegan dan tepat sasaran. Mereka melawan kaum kulit putih melalui perdebatan. Mereka tidak akan bisa berdebat jika tidak memiliki pengetahuan yang cukup, untuk itu mereka membaca dan melalui pendidikan mereka memperkaya ilmu pengetahuan.

Pendidikan adalah kunci dari perlawanan, dan itu terbukti. Film yang dilatarbelakangi dari kisah nyata ini membuktikan bahwa pendidikan bisa memberikan perubahan dan perkembangan ke arah yang lebih baik. Pendidikan bisa menghilangkan ketidakmungkinan dan dalam hal ini, pendidikan bisa membawa kaum kulit hitam diakui sebagai manusia yang memiliki hak sama.

*Ditulis oleh Trisna, Sayang, Rianita dan Christina M.

Sejarah Singkat Gerakan Perempuan

Kesadaran akan adanya ketidakadilan terhadap perempuan sebenarnya sudah lama terjadi. Kaum perempuan sudah lama melakukan perjuangan untuk membebaskan diri dari ketidakadilan. Tetapi pada waktu itu belum ada feminisme. Istilah itu mulai disosialisasikan oleh majalah Century pada tahun 1914, meski sejak tahun 1910-an kata feminisme (yang berakar dari bahasa Prancis) sudah kerap dipergunakan. Kata feminisme yang berasal dari bahasa Prancis ini, pertama kali digunakan pada tahun 1880-an.

Skema Sejarah Gerakan Perempuan

Feminisme masih banyak disalahartikan dan dipandang sebagai ancaman, baik oleh laki-laki maupun oleh perempuan itu sendiri. Kondisi ini wajar kerena feminisme membuat “analisis yang tajam” untuk mengetahuai akar masalah ketidakadilan dalam masyarakat di seluruh dunia. Terdapat komponen penting yang terkandung dalam pengertian feminis. Pertama, suatu keyakinan bahwa tidak ada perbedaan hak berdasarkan seks. Kedua, suatu pengakuan bahwa dalam masyarakat telah terjadi konstruksi sosial yang merugikan perempuan. Ketiga, adanya identitas dan peran gender. Sebagai perwujudan dari kandungan pengertian feminis, maka dalam pergerakannya feminisme memperjuangkan persamaan hak tetapi dalam perbedaan seks. Ideologi gerakan ini adalah untuk membebaskan setiap pribadi perempuan melalui mobilisasi solidaritas antarperempuan. 

Sejarah dan perkembangan teori feminisme dipetakan menjadi tiga gelombang besar yang memiliki ciri-ciri tersendiri. Feminisme gelombang pertama dimulai pada tahun 1800-an, ini merupakan landasan awal dari pergerakan-pergerakan perempuan. Kemudian feminisme gelombang kedua muncul pada tahun 1960-an, ada kegairahan dari mereka untuk mempertanyakan representasi gambaran perempuan dan segala sesuatu yang feminin. Sementara itu, pada gelombang ketiga teori-teori yang muncul mengikuti atau bersinggungan dengan pemikiran-pemikiran kontemporer, dan dari sana kemudian lahir teori-teori feminis yang lebih plural.
 
Design by Pocket